OTT Kini Tak Dibarengi Penggeledahan, Eks Ketua KPK: Sama Saja Beri Waktu Pelaku Menghilangkan Jejak
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad menyoroti operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang kini tak dibarengi dengan penggeledahan.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad angkat bicara mengomentari kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang kini tak dibarengi dengan penggeledahan.
Menurut Ketua KPK periode 2011-2015 ini, hal ini sama saja memberikan waktu bagi pelaku untuk menghilangkan barang bukti.
Hal tersebut dikatakan Abraham Samad lewat akun Twitter pribadinya sebagaimana dikutip Tribunnews.com, Senin (13/1/2020).
Semula, Abraham Samad menyoroti rentang waktu antara kegiatan OTT KPK dan penggeledahan yang terlalu lama.
Hal ini terkait OTT KPK atas komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPK), Wahyu Setiawan, Rabu (8/1/2020) pekan lalu.
Wahyu lantas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2020.
Kasus tersebut juga menyeret nama kader PDIP, Harun Masiku yang juga ditetapkan sebagai tersangka dan kini buron.
Selain Wahyu Setiawan dan Harun Masiku, ada dua nama lagi yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Agustiani dan Saeful.
Sayangnya, dalam OTT tersebut, KPK tak langsung menggeledah kantor, instansi, atau rumah yang disinyalir terdapat barang bukti tindak pidana.
KPK memang sempat hendak menggeledah kantor DPP PDI Perjuangan sehari setelah OTT atas Wahyu Setiawan.
Namun, penggeledahan batal dilakukan karena belum ada izin geledah yang dikeluarkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Hingga Senin (13/1/2019) hari ini, KPK tak kunjung melakukan penggeledahan di Kantor DPP PDI-P.
Bahkan mengutip dari pemberitaan di koran KOMPAS, penggeledahan akan dilakukan pada minggu depan.
Menurut Abraham Samad, ini pertama kali dalam sejarah, kegiatan penggeledahan dilakukan berhari-hari pasca-OTT KPK.
"ini Pertama kali dalam sejarah, penggeledahan berhari2 pasca OTT," tulis Abraham Samad.
Abraham Samad melanjutkan, tujuan diadakan penggeledahan agar penyidik bisa segera menemukan bukti hukum.
Hal ini yang menjadi dasar, kenapa OTT KPK sejak dulu selalu berbarengan dengan penggeledahan.
"Tujuan penggeledahan itu agar menemukan bukti hukum secepat2nya. Itulah mengapa sebelum ini, OTT dan geledah itu selalu barengan waktunya. *ABAM," tulisnya.
Pengacara berusia 53 tahun ini menyebut, OTT yang tidak disertai penggeledahan pada waktunya, tak hanya menyimpang dari Standar Operasional Prosedur (SOP).
Melainkan juga membuka peluang hilangnya barang bukti, petunjuk, dan alat bukti lainnya.
Yang lebih 'parah,' menurut Abraham Samad, rentang waktu yang lama untuk penggeledahan pasca-OTT KPK, memberi waktu bagi pelaku kejahatan untuk menghilangkan jejak.
"OTT yg tdk disertai penggeledahan pada waktunya, tdk saja menyimpang dari SOP, tp membuka peluang hilangnya barang bukti, petunjuk, dan alat bukti lain."
"Ini sama dgn memberi waktu pelaku kejahatan buat hilangkan jejak. *ABAM," kata dia.
Masih kata Abraham Samad, dalam doktrin hukum di negara mana pun, kuasa hukum politik tidak boleh lebih tinggi dari kuasa hukum.
"Kuasa hukum harus diatas kuasa politik. Kuasa hukum yg bertumpu pd daulat rakyat, bkn daulat raja. *ABAM," kata dia.
Saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Abraham Samad mengakui isi cuitan terkait OTT dan penggeledahan.
Cuitan tersebut menuai komentar dari sejumlah warganet yang kemudian dibalas oleh Abraham Samad.
Satu di antaranya akun @dgipul yang menulis 'wawancara imajiner' terkait OTT dan penggeledahan.
"- : pak, minggu depan kami mau menggeledah.
-: oh iya makasih infonya pak. Kami beres-beres dulu.
-: sip. Tolong dikondisikan ya
- : siap pak."
Cuitan akun @dgipul kemudian dibalas dan diunggah Abraham Samad dengan menambahkan emoji senyum.
ICW: Bukti UU KPK Baru Mempersulit
Lambatnya proses penggeledahan yang dilakukan KPK setelah OTT, juga disorot oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW menilai rangkaian OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan telah membuktikan, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah mempersulit kinerja KPK dalam hal penegakan hukum.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, hal itu terlihat dari lambatnya tim KPK dalam menggeledah Kantor DPP PDI-P karena membutuhkan izin dari Dewan Pengawas KPK.
"Padahal dalam UU KPK lama (UU No 30 Tahun 2002) untuk melakukan penggeledahan yang sifatnya mendesak tidak dibutuhkan izin terlebih dahulu dari pihak mana pun," Kurnia dalam keterangan tertulis, Minggu (12/1/2020) kemarin.
Menurut logika sederhana, kata Kurnia, tindakan penggeledahan yang bertujuan untuk mencari dan menemukan bukti tidak mungkin dapat berjalan dengan tepat dan cepat jika harus menunggu izin dari Dewan Pengawas.
Hal itu belum ditambah persoalan waktu di mana proses administrasi tersebut dapat dipergunakan pelaku korupsi untuk menyembunyikan bahkan menghilangkan bukti-bukti.
"Dengan kondisi seperti ini dapat disimpulkan, narasi penguatan yang selama ini diucapkan oleh Presiden dan DPR hanya ilusi semata," kata Kurnia, dikutip dari Kompas.com.
ICW pun mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak buang badan saat kondisi KPK yang semakin lemah akibat berlakunya UU KPK baru.
Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dinilai harus menjadi prioritas utama dari Presiden untuk menyelematkan KPK.
Di samping itu, ICW juga menyoroti dugaan tim KPK dihalang-halangi dalam penanganan perkara ini.
Menurut Kurnia, upaya menghalang-halangi proses hukum tersebut dapat dibawa ke ranah pidana menggunakan Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
"KPK harus berani menerapkan aturan obstruction of justice bagi pihak-pihak yang menghambat atau menghalang-halangi proses hukum," kata Kurnia.
Diberitakan sebelumnya, KPK batal menyegel ruangan di Kantor DPP PDI-P terkait OTT terhadap Wahyu Setiawan.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyatakan, tim yang diturunkan untuk menyegel telah dibekali dengan surat yang lengkap.
Mereka juga telah menemui petugas keamanan di Kantor DPP PDI-P.
Namun, petugas keamanan tersebut tidak serta merta memberi izin masuk kepada petugas KPK karena ingin meminta izin kepada atasannya terlebih dahulu.
"Ketika mau pamit ke atasannya telepon itu enggak terangkat-angkat oleh atasannya, karena lama, mereka mau (menyegel) beberapa obyek lagi, jadi ditinggalkan," ujar Lili, Kamis (10/1/2020) lalu.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK Lambat Geledah DPP PDI-P, ICW: Bukti UU KPK Baru Mempersulit"
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Ardito Ramadhan)