Bandingkan Pemilu di Uzbekistan, Johan Budi: Pemilu di Indonesia Mencekam
Pemilu di Indonesia mencekam. Saya kemarin diundang sebagai pemantau pemilu di Uzbekistan. Di sana itu tidak ada polisi berjaga
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Johan Budi memaparkan sejumlah catatan penting terkait penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Pemaparan tersebut disampaikannya saat menghadiri acara diskusi bersama Kode Inisiatif di Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020).
Mulanya pria yang pernah menjadi juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menceritakan kisahnya semasa menjadi pemantau pemilu di Uzbekistan.
Baca: Sindir KPU, Johan Budi: Pak Arief, Jangan Manggut-manggut, Kita Tunggu Apa yang Lainnya Kena Juga?
Menurut cerita Johan Budi, penyelenggaraan pemilu di negara tersebut berlangsung tanpa adanya pengawalan maupun pengamanan ketat dari aparat kepolisian.
Kondisi itu tentunya berbanding terbalik jika dibandingkan dengan pemilu di Indonesia yang bahkan sempat terjadi kericuhan terkait putusan KPU.
Baca: KPU akan Segera Proses Pergantian Wahyu Setiawan Sebagai Komisioner
"Pemilu di Indonesia ini mencekam. Saya kemarin diundang sebagai pemantau pemilu di Uzbekistan. Di sana itu tidak ada polisi berjaga, sama sekali tidak ada," kata Johan Budi di Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020).
Tak hanya itu, baik di gedung pemerintah maupun di TPS, warga di Uzbekistan, sebelum melakukan voting, hanya perlu datang kemudian melapor ke petugas penyelenggara dan kemudian menuju ke bilik untuk menggunakan hak pilihnya.
Setelah itu, lanjut Johan Budi, kertas suara hanya perlu di letakkan di sebuah kontak yang transparan di bagian depannya, sehingga siapapun bisa lihat warga tersebut milih kandidat yang mana.
"Hal itu di sana (Uzbekistan) tidak ada masalah. Pemilu (di Indonesia) ini kan saya ikut kemarin, ruwet juga banyak saksi pribadi, saksi partai, saksi resmi TPS. Di sana tidak ada, yang mewakili hanya saksi partai saja karena hanya ada 5 partai," katanya.
"Kalau di sini berangkatnya dari hasil curiga itu. Di sana tidak ada suara dicuri, tidak ada," katanya lagi.
Memang untuk calon yang merasa dirugikan atau dicurangi diberikan kesempatan untuk melakukan komplain kepada pihak penyelenggara, namun, hal tersebut tidak pernah terjadi.
Baca: Anggota Komisi II Apresiasi Keputusan KPU dalam Kasus Wahyu Setiawan
Selain itu, praktek money politics saat kontestasi pemilu juga dikatakan Johan Budi tidak terjadi. Pasalnya, warga Uzbekistan, saat melakukan kampanye melalui jejaring media sosial.
Sehingga praktek politik uang tersebut sangat jarang terjadi atau bahkan tidak terjadi sama sekali.
"Di sana tidak ada (hal seperti itu) karena saat kampanye, hanya di tempat umum biasanya dipasang gambar-gambar atau informasi mengenai tanggal pemilihan," ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Johan Budi, ada satu catatan penting yang didapatnya saat menjadi pemantau pemilu di Uzbekistan, yakni proses perhitungan suara dari bawah ke pusat yang tidak perlu menunggu lama.
Baca: Johan Budi Pertanyakan Wajah Ketua KPU yang Tampak Lemas Saat Rapat di Komisi II DPR RI
Di Indonesia pelaksanaan pemilu hanya berlangsung satu hari, namun, proses perhitungan suaranya memerlukan waktu berbulan-bulan, dan itu tidak seperti yang terjadi di Uzbekistan.
"Ini bisa jadi catatan agar bisa menjadi payung hukum yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Kadangkala suara partai itu bisa dominan dalam kaitan mengusulkan kebijakan," tandas Johan Budi.