Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Irit Bicara Usai Diperiksa Kejagung Soal Kasus Jiwasraya, Bos Sinarmas Asset: Saya Hanya Mendampingi

Direktur Utama PT Sinarmas Asset Management, Alex Setyawan selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus gagal bayar Jiwasraya.

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Irit Bicara Usai Diperiksa Kejagung Soal Kasus Jiwasraya, Bos Sinarmas Asset: Saya Hanya Mendampingi
Tribunnews.com/ Reza Deni
Direktur Utama Sinarmas Asset Management Alex Setyawan usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus gagal bayar Jiwasraya, di Kejaksaan Agunh RI, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Sinarmas Asset Management, Alex Setyawan selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus gagal bayar Jiwasraya.

Ia keluar dari Gedung Bundar, Kejaksaan Agung RI Jakarta Selatan, sekira pukul 17.30 WIB, Rabu (15/1/2020).

Mengenakan kemeja putih garis biru, Alex berjalan membelah kerumunan wartawan yang menunggunya di depan pintu masuk Gedung Bundar.

Baca: Penjelasan BEI soal Saham Gorengan

Tak banya kata yang keluar dari mulutnya saat dicecar wartawan dengan sejumlah pertanyaan.

"Saya hanya mendampingi saja," kata Alex, Rabu (15/1/2020).

Saat ditanya soal siapa yang didampingi dirinya, Alex kembali bungkam dan keluar meninggalkan komples Kejaksaan Agung.

Berita Rekomendasi

Seperti diketahui, Kejagung RI pada Rabu (15/1/2020) memeriksa sejumlah pihak terkait kasus gagal bayar Jiwasraya.

Baca: Kemenkeu: Kasus Jiwasraya Tak Berdampak Sistemik

Berdasarkan daftar pemeriksaan yang beredar, Kejagung memanggil Direktur PT Pan Arcadia Aset Management, Irawan Gunari, Mantan Marketing PT GAP aset management, Ratna Puspitasari, dan Mantan Direktur Pemasaran PT GAP Aset Management, Arifadhi Soesilarto.

Selain itu, ada pula nama Direktur PT MNC Asset Management, Frery Kojongian dan Direktur PT Sinarmas Asset Management Alex Setyawan MK, serta Direktur PT Pool Advista Asset Management, Ferro Budhimeilano.

Baca: Ini Jurus Kementerian BUMN Bantu Penyelesaian Kasus Jiwasraya

Sebagai informasi, lima tersangka sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gagal bayar Jiwasraya.

Mereka adalah kepala divisi investasi Jiwasraya Syahmirwan yang ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Eks Direktur Utama (Dirut) Jiwasraya Hendrisman Rahim ditahan di Pomdam Jaya Guntur.


Selanjutnya yakni Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo yang ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro ditahan di Rutan KPK, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral, Heru Hidayat yang ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

55.000 transaksi

Kejaksaan Agung saat ini sedang menyelidiki 55.000 transaksi terkait kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terhadap nasabahnya.

Angka tersebut berkembang dari sebelumnya yang hanya 5.000 transaksi yang diselidiki Kejaksaan Agung.

"Ini masih menelusuri faktanya. Transaksinya dari perkembangan ini dari 5.000 jadi 55.000 transaksi. Itu masih saham," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung RI, Adi Toegarisman di Gedung Bundar Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).

Baca: Wakil Ketua DPR RI Sebut Pembentukan Pansus Jiwasraya Lebih Prioritas Dibanding Asabri

Ia meminta masyarakat untuk bersabar terkait penyelidikan yang dilakukan pihaknya atas kasus Jiwasraya.

"Jadi tolong diberi kami waktu bekerja. Kalian desak kapan tersangka, tolong dimaklumi dipahami ya. Diberi kesempatan. Kami akan konsisten menyelesaikan ini," kata dia.

Baca: Mendikbud Nadiem Makarim Serahkan Naskah Soal Tes CPNS Kepada Panitia Seleksi Nasional

Sebelumnya, Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin memastikan dalam waktu dua bulan, Kejagung akan mengungkap siapa dalang di balik kerugian negara dalam kasus Jiwasraya ini.

Burhanuddin mengatakan waktu dua bulan diambil karena kompleksitas dalam investigasi kasus Jiwasraya.

"Transaksi yang yerjadi hampir 5 ribu transaksi lebih dan itu memerlukan waktu. Kami tidak ingin gegabah dan teman-teman dari BPK sangat membantu kami. Kami tidak bisa membuka terlebih dahulu, karena kami ingin betul-betul fix bahwa kerugiannya sudah tahu," ujarnya di kantor BPK, Rabu (8/1/2020)

Dari hasil penyidikan sementara, Burhanuddin mengungkapkan, kerugian negara yang ditaksir asuransi Jiwasraya mencapai lebih dari Rp13,7 triliun hingga Agustus 2019.

Baca: YLKI Pertanyakan Motif DPR Bentuk Pansus Jiwasraya

"PT Jiwasraya sampai dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp13,7 triliun. Ini merupakan perkiraan awal dan diduga akan lebih dari itu," kata Burhanuddin.

"Dari proses penyidikan itu, dia bilang, pihaknya juga mengendus adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya.Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip hati-hati yang dilakukan PT Jiwasraya yang telah banyak investasi aset-aset risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi," kata dia.

Adapun rinciannya, penempatan 22,4 persen saham sebesar Rp5,7 triliun dari aset finansial. Detilnya, 95 persen saham ditempatkan pada perusahaan dengan kinerja buruk, dan sisanya pada perusahaan dengan kinerja baik.

Selanjutnya, adapula dana yang ditempatkan sebesar 59,1 persen reksadana senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Disana, 98 persen dari jumlah tersebut dikelola manager investasi yang juga berkinerja buruk dan sisanya berkinerja baik.

Kepala BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, Jiwasraya pada 2006 memanipulasi laporan keuangan dari rugi menjadi untung.

"Meski 2006 masih laba, tapi itu laba semu akibat rekayasa akuntansi di mana sebenarnya perusahaan rugi," kata Agung.

Tahun 2017 Jiwasraya membukukan laba Rp 360,6 miliar.

Namun kala itu perseroan memperoleh opini tidak wajar akibat ada kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun.

"Jika dilakukan sesuai ketentuan maka perusahaan dinyatakan rugi," ujarnya.

Tahun 2018, Jiwasraya juga membukukan kerugian 15,3 triliun.

Hingga September diperkirakan rugi 13,7 triliun. 

Hingga November 2019, mengalami negatif equity Rp 27,2 triliun.

"Kerugian itu disebabkan karena menjual produk saving plan dengan cost of fund yang tinggi di atas bunga deposito yang dilakukan secara massif sejak 2015.Dana dari saving plan tersebut diinvestasikan ke produk saham dan reksa dana yang berkualitas rendah yang. Hingga berujung gagal bayar," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas