Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Rencana Pembentukan Dewan Keamanan Nasional
Koalisi mempertanyakan pembentukan DKN dan meminta rencana tersebut dikaji kembali secara seksama dan mendalam.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik rencana pemerintah membentuk Dewan Keamanan Nasional.
Dalam hal ini, Koalisi mempertanyakan pembentukan DKN dan meminta rencana tersebut dikaji kembali secara seksama dan mendalam.
Direktur Imparsial yang tergabung dalam Koalisi, Al Araf, menilai hal tersebut perlu dilakukan agar pembentukan DKN tidak menimbulkan tumpang tindih kerja dan fungsi dengan lembaga negara yang sudah ada.
Ia mengingatkan, sebagaimana diketahui, tata kelola keamanan di Indonesia selama ini dalam hal fungsi koordinasi telah dilakukan Kementerian Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Baca: Imparsial Catat Tiga Pekerjaan Rumah yang Harus Diselesaikan Kapolri Baru
Sedangkan menurutnya, dalam hal memberikan nasihat dan masukan untuk Presiden, lembaga yang sudah menjalankan fungsi tersebut yakni Lemhanas, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Kantor Staf Presiden (KSP).
"Berkaca pada perbandingan di sejumlah negara, DKN hanya berperan sebagai penasihat presiden dalam menghadapi situasi emergency dan tidak memiliki fungsi operasional. Lebih dari itu, mengingat di negara lain tidak ada pos Menko Polhukam, wajar bagi negara tersebut membentuk DKN," kata Al Araf saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Rabu (15/1/2020).
Selain itu menurutnya, mengingat di Indonesia sudah ada Menko Polhukam, perlu dipertimbangkan secara mendalam tentang keberadaan institusi seperti DKN.
Baca: Komisi I Akan Panggil Menhan Prabowo Subianto Rapat di DPR, 2 Hal Ini Jadi Sorotan
"Apakah dengan adanya DKN maka pos Menko Polhukam tidak diperlukan ataukah sebaliknya? Sebab, sifat dan pola kerja DKN dengan Menko Polhukam serupa sekalipun tak sama yakni memberikan masukan pada Presiden tentang kondisi politik hukum dan keamanan serta menjalankan fungsi koordinasi," kata Al Araf.
Lebih jauh, Koalisi berpendapat pembentukan DKN yang terburu-buru dikhawatirkan akan menjadi wadah represi baru negara kepada masyarakat seperti halnya pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada masa Orde Baru.
Menurut Koalisi, jika pemerintah memaksa untuk membentuk maka sifatnya hanya memberikan nasihat kepada Presiden dan tidak memiliki fungsi operasional.
"Dan Koalisi mendesak pemerintah untuk bersikap transparan dan menjelaskan kepada publik tentang urgensi dan kebutuhan membentuk DKN. Koalisi juga menilai pemerintah harus terbuka dan transparan dalam pembentukan DKN. Untuk itu, Pemerintah perlu melibatkan elemen masyarakat sipil di dalam pembahasan DKN," kata Al Araf.
Berkaca pada pembahasan dan pengesahan UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan (PSDN) yang menurutnya diam-diam dan mendadak, tentu penting bagi pemerintah untuk tidak mengulang proses serupa dalam pembentukan DKN.
"Apalagi dasar hukum pembentukan DKN ini rencananya akan berupa peraturan presiden," kata Al Araf.
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi antara lain KontraS, Imparsial, Elsam, Setara Institute, Indonesia Legal Rountable (ILR), PBHI, Walhi, HRWG, ICW, Institut Demokrasi dan Keamanan Indonesia, dan PUSaKO Andalas.
Baca: Imparsial Tekankan Dua Hal yang Harus Disoroti Komisi I DPR Ketika Panggil Menhan Prabowo
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.