Mayoritas Pelanggaran Hak Berekspresi, Berserikat dan Berkumpul Gunakan Modus Kriminalisasi
Arip menyebut modus selanjutnya yang kerap digunakan adalah pembubaran paksa dengan angka 29 persen.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kampanye dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arip Yogiawan mengatakan mayoritas pelanggaran hak berekspresi, berserikat dan berkumpul menggunakan modus kriminalisasi.
Hal ini diungkapkannya dalam Laporan HAM 2019 dan Proyeksi 2020, di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020).
"Pelanggaran hak berekspresi, berserikat dan berkumpul seringkali menggunakan modus kriminalisasi. Sebanyak 51 persen dari pelanggaran dilakukan dengan modus kriminalisasi," ujar Arip, kepada awak media di lokasi, Rabu (15/1/2020).
Baca: YLBHI Sebut Dewan Pengawas Rangkaian Tangan Presiden dalam KPK
Arip menyebut modus selanjutnya yang kerap digunakan adalah pembubaran paksa dengan angka 29 persen.
Disusul oleh larangan atau pembatalan izin sebesar 9 persen, dan penghalangan informasi sebesar 5 persen. Sementara modus menggunakan intimidasi, razia publikasi dan pembubaran paksa sebesar 6 persen.
Baca: Ketua YLBHI Asfinawati Tanggapi Penggusuran di Tamansari Bandung: Mereka Pemilik Sah Negara
Lebih lanjut, YLBHI mencatat adanya 87 kasus mencakup pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul di sepanjang tahun 2019.
"Pelanggaran hak kemerdekaan berekspresi yang tertinggi, yakni 53 kasus, disusul pelanggaran kemerdekaan berkumpul 32 kasus, dan pelanggaran kemerdekaan berserikat sebanyak 2 kasus," pungkasnya.