Pernah Kalah di Persidangan, Ahli Hukum Sebut Tidak Semua Tersangka KPK Bersalah
Suparji Ahmad menyebut bahwa tidak semua tersangka atau terdakwa yang ditetapkan KPK bersalah di persidangan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menyebut bahwa tidak semua tersangka atau terdakwa yang ditetapkan KPK bersalah di persidangan.
Hal ini setidaknya dibuktikan dalam beberapa kasus dimana KPK kalah di sidang tindak pidana korupsi.
KPK misalnya pernah kalah dalam kasus dengan tersangka Sofyan Basir dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
Ada juga kasus Syafrudin Tumenggung dalam kasus BLBI. Sejumlah fakta di atas setidaknya membuktikan bahwa tersangka KPK belum tentu bersalah di pengadilan.
“Fakta-fakta itu memang harus menjadi kesadaran oleh KPK bagaimana melakukan sebuah perbaikan dan dan juga menyadari bahwa apa yang dilakukan tidak sempurna,” jelas Suparji ketika dikonfirmasi, Rabu (15/1/2020).
Baca: Haris Azhar Kritisi Kinerja KPK Sekarang: Jenderal Firli Kemana Dia? Enggak Nongol
Suparji menyebutkan bahwa KPK harus bisa bekerja secara profesional dan berintegritas dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KPK di pengadilan harus bisa menghadikan bukti materiil, sebab jika tidak mampu membuktikan maka terdakwa yang diajukan KPK tetap punya kemungkinan bebas.
“Dalam kasus Sofyan Basir di mana soal pembuktian terhadap seseorang yang didakwa melakukan sebuah perbuatan tindak pidana tapi ternyata unsur-unsurnya tidak terpenuhi karena tidak didukung dengan alat bukti misalnya dia dianggap pembantu,” jelas Suparji.
KPK harus cermat dalam melakukan pembuktian.
Tidak bisa hanya mengandalkan praduga dan dugaan bahwa seseorang telah menerima suap, namun harus ada bukti materiil.
Bukti harus lebih didahulukan daripada dugaan.
Misalnya tidak bisa pertemuan dianggap membuktikan terjadinya suap-menyuap.
“Pembuktian dalam Bahasa Jawa tidak bisa otak atik gathuk. Misalnya seseorang datang ke sini terus kemudian ada pertemuan setelah itu dianggap terjadi kejahatan bahkan dianggap ikut membantu padahal itu belum tentu,” jelas Suparji.