Jaksa Agung dan Komnnas HAM akan Dipertemukan
Pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin bahwa peristiwa tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menimbulkan kontroversi.
Editor: Malvyandie Haryadi
Rekomendasi DPR itu berbeda dengan hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang menyatakan sebaliknya.
UU Nomor Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur hukum acara atas dugaan pelanggaran HAM berat. Dalam undang-undang itu diatur Jaksa Agung berperan sebagai penyidik berwenang melakukan penyidikan, penangkapan, penahanan dan penuntutan.
Sementara, pihak yang berwenang melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran berat HAM adalah Komnas HAM. Adapun pemeriksaan atas perkara tersebut dilakukan dan diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan HAM.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyayangkan pernyataan Jaksa Agung ini dapat mempersulit penuntasan Tragedi kasus Semanggi I dan II.
"Kita harus cari jalan keluarnya. Kalau dibiarkan begini saja, Jaksa Agung menyatakan ini bukan pelanggaran HAM berdasarkan keputusan politik DPR 1999-2004, maka akhirnya kita akan sulit untuk mendorong penuntasan tragedi Semanggi I dan II," ujar Taufik.
Taufik menjelaskan, keputusan politik DPR periode 1999-2004 atas peristiwa Semanggi I dan II merujuk pada definisi pelanggaran HAM yang tercantum dalam UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Namun, UU tersebut memiliki kelemahan yaitu tidak sepenuhnya mengadopsi definisi pelanggaran HAM yang diatur oleh International Criminal Court (ICC), sehingga DPR mendapat celah untuk menyatakan kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran berat HAM.
"Di situ memang konteksnya adalah konteks kejahatan internasional, kejahatan kepada kemanusiaan. Ada dua yang tidak masuk Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000, kejahatan agresi dan kejahatan perang," ujarnya.
Taufik menambahkan, jika Jaksa Agung berpegang pada keputusan DPR 1999-2004, maka seharusnya pembahasan kedua kasus itu bisa kembali dilakukan.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan keputusan rapat paripurna DPR periode 1999-2004 itu bisa dibahas kembali. Namun, ia tak menjelaskan soal mekanismenya secara spesifik.
"Jaksa Agung menjadikan itu (rapat paripurna DPR) sebagi parameter dan hal seperti ini mungkin dalam beberapa kesempatan kita akan diskusikan lagi dengan pihak terkait," kata Dasco.
Jokowi Kerahkan Mahfud MD
Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman menyampaikan Presiden Joko Widodo telah menugaskan Menko Polhukam Mahfud MD untuk turun memberikan jawaban pemerintah atas kontroversi pernyataan Jaksa Agung.
"Saya sudah bicara dengan Menko Polhukam supaya beliau yang menangani problem terkait dengan pelanggaran HAM tersebut," kata Fadjroel.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.