Jaksa Agung dan Komnnas HAM akan Dipertemukan
Pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin bahwa peristiwa tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menimbulkan kontroversi.
Editor: Malvyandie Haryadi
Fadjroel memastikan bahwa pemerintah tetap terus berupaya menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. "Jadi, nanti Pak Menko Polhukam yang akan memberi jawaban secara langsung terkait hal tersebut," kata dia.
Sementara itu, Mahfud MD mengatakan akan berkomunikasi dengan Jaksa Agung dan Komnas HAM untuk menyelesaikan polemik penanganan kasus Semanggi I dan II ini.
"Nanti saya tanya Pak Jaksa Agung dulu. Kan memang ada kriteria ya pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat kan harus ada kejahatan kemanusiaan, genosida. Itu yang standar, dalam konteks ukuran itu, kan nanti kita lihat," ucap Mahfud.
Mahfud enggan memberikan sikap atas polemik ini karena ingin berdiskusi secara terpidah dengan pihak Jaksa Agung dan Komnas HAM agar mengetahui duduk persoalannya.
Bangun Narasi
Relawan aksi Kamisan, Vebrina Monica menilai pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin mulai mengecilkan kasus-kasus pelanggaran HAM dengan menyebut tragedi Semanggi I dan II yang menewaskan banyak mahasiswa dan warga bukan pelanggaran HAM.
"Jaksa Agung mulai membangun narasi-narasi yang akan mengecilkan dan menormalkan kasus-kasus pelanggaran HAM," kata Vebrina.
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta ini mengatakan, pernyataan Burhanuddin sebagai bukti Jaksa Agung tidak bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
Menurutnya, ketimbang menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Burhanuddin justru hanya sibuk berkelit. "Ini juga menjadi salah satu bukti nyata, kalau Jaksa Agung kita tidak dapat melakukan apa-apa untuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM," ujarnya.
"Yang hanya bisa ia lakukan hanya berkelit dan membangun narasi untuk menormalisasi pelanggaran HAM," imbuh Vebrina.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai pernyataan ST Burhanuddin adalah tidak kredibel jika tanpa diikuti proses penyidikan yudisial.
Selain itu, pernyataan tersebut menjadi bukti kemunduran perlindungan HAM dan penegakan keadilan. “Pernyataan itu tidak kredibel jika tanpa diikuti proses penyidikan yudisial melalui pengumpulan bukti yang cukup berdasarkan bukti awal dari penyelidikan Komnas HAM, yang sayangnya tidak ditindaklanjuti Kejaksaan Agung dengan melakukan penyidikan," kata Usman.
Merujuk pada temuan penyelidikan Komnas HAM yang lalu, diketahui tragedi Semanggi I dan II merupakan pelanggaran HAM Berat.
Dan Komnas HAM telah menyerahkan laporan penyelidikan pro-justitia kepada Kejaksaan Agung dengan temuan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan benar-benar terjadi. Komnas HAM juga telah merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM ad-hoc, yang sampai sekarang tidak dilaksanakan.
Lebih jauh, Usman khawatir pernyataan tersebut menggiring ke upaya penyelesaian kasus melalui jalur non-hukum. “Tragedi Semanggi satu dan dua jelas pelanggaran berat HAM. Dan korban, sampai detik ini, masih menunggu keadilan. Kami di Amnesty khawatir pernyataan Jaksa Agung itu menggiring ke upaya penyelesaian kasus melalui jalur non-hukum," kata Usman. (tribun network/tim/kps/coz)