Romahurmuziy Dibebaskan dari Kewajiban Mengembalikan Uang Rp 46 Juta, Ini Respons Jaksa KPK
Majelis hakim tidak membebankan terdakwa Romahurmuziy membayar uang pengganti senilai Rp 46,4 juta.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim tidak membebankan terdakwa Romahurmuziy membayar uang pengganti senilai Rp 46,4 juta.
Hal ini disampaikan majelis hakim pada saat membacakan putusan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/1/2020).
Uang Rp 46,4 Juta didapat dari pemberian mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Haris Hasanuddin dan dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Muafaq Wirahadi yang diberikan melalui Abdul Wahab, sepupu Romahurmuziy.
Baca: Bupati Bengkalis Amril Mukminin Minta KPK Jadwal Ulang Pemeriksaannya
Haris Hasanuddin memberikan uang senilai Rp 5 Juta kepada Romahurmuziy.
Sedangkan, Muafaq memberikan Rp 41,4 Juta.
"Menimbang terhadap penerimaan uang Rp 5 juta tidak ada fakta menerima uang maka tidak adil apabila diminta pertanggungjawaban tersebut," kata hakim.
Sementara itu, kata hakim, pemberian uang melalui Abdul Wahab tidak pernah dinikmati terdakwa.
Sehingga, tidak adil apabila dimintai pertanggungjawaban.
Baca: Nama Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Disebut dalam Putusan Romahurmuziy
"Terdakwa dimanfaatkan saudara sepupunya, Abdul Wahab dan Abdul Rohim, dengan meminta uang kepada Muafaq Wirahadi untuk kepentingan pencalonan DPRD Gresik dari PPP sebesar Rp 41 juta tanpa sepengetahuan terdakwa," ujar hakim.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Wawan Yunarwanto melihat ada ketidaksinkronan di pertimbangan-pertimbangan putusan hakim.
"Mungkin tadi kalau kita perhatikan dari ujung sampai putusan ya ada sesuatu yang tidak nyambung ya. Kalau kita baca fakta yang terbukti penerimaan yang Rp 50 juta di tanggal 5 Februari 2018 itu dinyatakan terbukti, namun menjadi tidak nyambung ketika hakim menyatakan oleh karena tak dinikmati terdakwa, kemudian dinyatakan tak terbukti," kata Wawan.
Hak politik Romahurmuziy tidak dicabut
Majelis hakim tidak menjatuhkan putusan pencabutan hak politik untuk terdakwa Romahurmuziy.
Majelis hakim berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 tertanggal 11 Desember 2019.
"Majelis berpendapat berdasarkan putusan MK, hakim sependapat dengan putusan tersebut sehingga tak perlu pencabutan hak untuk dipilih dalam perkara ini," kata Fahzal Hendri, selaku hakim ketua saat membacakan putusan untuk terdakwa Romahurmuziy di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/1/2020).
Baca: Nama Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Disebut dalam Putusan Romahurmuziy
Dalam sidang pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim mencabut hak politik Romahurmuziy selama lima tahun.
Namun, hakim memilih untuk tidak mencabut hak politik dan berpedoman kepada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 tertanggal 11 Desember 2019.
"Berdasarkan putusan MK nomor 56/PUU/XVII/2019 tertanggal 11 Desember 2019, dipilihnya jangka waktu lima tahun untuk adaptasi. Terhadap tuntutan tersebut kami berkesimpulan pencabutan hak telah diputus di MK," kata Fahzal.
Baca: BREAKING NEWS: Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy Divonis 2 Tahun Penjara
Untuk diketahui, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Baca: MK Batal Dengarkan Keterangan Kuasa Presiden dan DPR Soal Uji Materi UU KPK Hasil Revisi
Dengan demikian, bunyi Pasal 7 atat 2 huruf g berubah menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut;
Pertama, tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
Kedua, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Nama Lukman Hakim Saifuddin disebut
Nama mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin disebut dalam sidang putusan untuk terdakwa Romahurmuziy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Majelis hakim menyatakanLukman menerima Rp 70 juta dari Haris Hasanudin, mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, terkait pengisian jabatan di Kementerian Agama.
"Lukman Hakim Saifuddin menerima Rp 70 juta yang diterima Lukman Hakim 1 Maret 2019 sejumlah Rp 50 juta dan 9 Maret 2019 sejumlah Rp 20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman Hakim Saifuddin," kata hakim saat membacakan putusan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/1/2020).
Baca: Romahurmuziy Jalani Sidang Pembacaan Putusan
Hakim menilai Romahurmuziy dan Lukman Hakim Saifuddin saling berbagi peran dalam seleksi jabatan tersebut.
Mereka dinyatakan melakukan perbuatan bersama-sama melakukan intervensi dalam seleksi jabatan yang diikuti Haris.
Hakim menyebut Romahurmuziy dan Lukman Hakim Saifuddin mempunyai hubungan di PPP.
Romahurmuziy Ketua Umum PPP dan Lukman selaku anggota PPP.
Atas intervensi Romahurmuziy, menurut hakim, Lukman meloloskan dan melantik Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.
Baca: Pengacara Nilai Tuntutan untuk Romahurmuziy Ambigu
"Intervensi yang mana terdakwa lakukan karena Lukman Hakim Saifuddin yang merupakan Menteri Agama Republik Indonesia sebagai pemegang kekuasaan dalam pengangkatan dan pemberhentian di lingkungan Kemenag," ujar hakim.
Hakim menguraikan intervensi itu apabila dihubungkan dengan kedudukan terdakwa sebagai anggota DPR sekaligus ketua partai dimana Lukman Hakim merupakan anggota partai.
Sedangkan terdakwa adalah ketua umum.
"Atas intervensi terdakwa, Lukman Hakim Saifuddin melakukan serangkaian tindakan yang dapat meloloskan dan melantik Haris Hasanudin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur," kata hakim.
Baca: Kasus Bingkisan Keikhlasan Jual-Beli Jabatan Kemenag, Romahurmuziy Dituntut 4 Tahun Penjara
Hakim mengatakan Lukman dan Gugus Joko Waskito, staf khusus Lukman Hakim meminta persetujuan Rommy, untuk menentukan calon Kakanwil Kemenag Jatim.
Untuk menentukan calon yang akan diangkat sebagai calon Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Lukman Hakim sebagaimana bukti rekaman percakapan Lukman dengan Gugus Djoko Waskito tanggal 30 Januari 2019 dan 1 Maret 2019 meminta persetujuan dari terdakwa.
"Menimbang baik terdakwa maupun Lukman Hakim Saifuddin mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan dan masing-masing dari mereka menyadari tentang perbuatan yang dilakukan tersebut adalah berbuatan yang dilarang, akan tetapi mereka tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling membagi peran satu sama lain sehingga mewujudkan sempurnanya delik. Menimbang berdasarkan uraian diatas maka Ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan telah terbukti," tambah hakim.
Vonis 2 tahun penjara
Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, divonis pidana penjara selama dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sidang pembacaan putusan digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/1/2020).
Pada saat membacakan amar putusan, hakim ketua, Fahzal Hendri meminta kepada Romahurmuziy untuk berdiri dari kursi terdakwa.
"Mengadili. Saudara berdiri. Satu menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana selama 2 tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana tiga bulan kurungan,” kata Fahzal saat membacakan putusan.
Baca: Berawal dari Adu Mulut, Seorang Anak di Tulungagung Serang Ibu Kandung Pakai Balok Kayu
Romahurmuziy divonis bersalah karena telah menerima suap dari eks Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanudin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik M Muafaq Wirahadi.
Suap itu diberikan terkait pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Romahurmuziy menerima suap Rpn325 juta, masing-masing senilai Rp 255 Juta dari Haris Hasanudin dan Rp 91,4 juta dari Muafaq Wirahadi.
Baca: Romahurmuziy Jalani Sidang Pembacaan Putusan
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Dalam sidang pada agenda pembacaan tuntutan, jaksa Wawan Yunarwanto menuntut Romi 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan.
Jaksa menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang sebesar Rp46,4 juta.
Jaksa menuntut pencabutan hak politik Romi selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok.
"Semula (dituntut,-red) 4 tahun. Dengan berbagai pertimbangan hukum, kalau perbuatan (suap,-red) kami setuju. Kalau masalah penjatuhan hukuman, kami tidak setuju," kata Fahzal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.