Jadi Cawagub DKI Jakarta, Nurmansjah Lubis Siap jadi Pelayan Anies Baswedan
Cawagub DKI Jakarta Nurmansjah Lubis siap melayani Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menyelesaikan permasalahan Ibu Kota.
Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta, Nurmansjah Lubis siap melayani Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam menyelesaikan permasalahan Ibu Kota.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube KompasTV, Selasa (21/1/2020).
"Kami siap untuk membantu Pak Anies."
"Kalau seandainya saya nanti sebagai cawagub, sebagai pelayan Pak Anies," jelas Nurmansjah.
"Dapur masak dapur ya. Jangan berharap jadi matahari kembar. Kita olah masakan di dapur," imbuhnya, Senin (20/01/2020).
Nurmansjah dan Ahmad Riza Patria diumumkan sebagai kandidat yang akan mendampingi Anies Baswedan.
Cawagub Nurmansjah Lubis berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sementara Ahmad Riza Patria berasal dari Partai Gerindra.
Terkait pengumuman sebagai pendamping Anies, Nurmansjah menyerahkan seluruhnya kepada pimpinan PKS.
Tanggapan Pengamat Politik
Pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi turut menyoroti terkait persoalan pengumuman nama Cawagub DKI Jakarta yang baru.
Baharuddin menyebut Partai Gerindra dan PKS memang harus menemukan titik temunya.
Sebab, Anies dinilai sudah 'menjomblo' terlalu lama.
Pernyataan ini ia ungkapkan dalam program 'Apa Kabar Indonesia Malam' yang dilansir dari kanal YouTube Talk Show tvOne, Selasa (20/1/2020).
Sebelumnya, Baharuddin menilai lamanya proses menemukan pengganti untuk cawagub DKI karena adanya peraturan soal pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
Pengisian wakil gubernur DKI Jakarta dilakukan dengan mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi DKI berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung.
"Sebenarnya ini, terkait dengan aturan soal pemungutan suara, kemudian menyebabkan banyaknya deadlock pada proses pergantian wakil kepala daerah," ujarnya.
Hal ini berbeda dengan peraturan yang berlaku saat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Saat itu dalam peraturannya, Ahok dapat menunjuk calon wakil gubernur yang akan mendampinginya.
"Ketika Pak Ahok jadi gubernur karena menggantikan posisi Pak Jokowi yang naik kelas jadi presiden, ia dengan mudah mencari wakil gubernurnya yakni Djarot Saiful Hidayat," jelasnya.
"Karena pada waktu itu PP-nya lain kan, dia menunjuk Djarot meskipun ada Pak Boy Sadikin yang sebelumnya sempat dinominasikan oleh partai PDI-P," ungkapnya.
"Tapi Ahok menunjuk sendiri, dan itu sah saat itu. Namun kalau untuk sekarang kan tidak," imbuh Baharuddin.
Pengamat politik ini kemudian mengatakan, ini merupakan persoalan politik.
"Jadi lagi-lagi ada persoalan politik juga, yang membuat sulitnya kepala daerah memilih wakilnya yang karena ada halangan itu harus digantikan," kata Baharuddin.
Terkait dengan cawagub DKI, Baharuddin menyebut ini untuk kepentingan publik.'
Sehingga, memang harus dicarikan jalan keluarnya.
"Ini sudah terlalu lama proses Mas Anies 'menjoblo', sejak 18 Agustus 2018," ujarnya.
"Jadi seharusnya memang harus dicari jalan keluarnya, meskipun mau tidak mau tidak bisa zero-sum game, " imbuhnya.
"Karena kalau begitu tidak akan ada wakil gubernur sampai batas akhir Mas Anies 2022," jelasnya.
Melihat adanya pengumuman dua nama cawagub DKI beserta tanda tangan dari pihak PKS menunjukkan akan ada secercah harapan untuk menyudahi kesendirian Anies.
"Artinya dengan kompleksitas masalah Jakarta yang sangat berat, Mas Anies sendirian," ungkapnya.
"Jadi ini yang menurut saya harus dicari titik temunya, memang tidak bisa menyenangkan semua pihak," imbuhnya.
"Tetapi paling tidak ketika Presiden dan Sekjen PKS menandatangani (surat terkait dua nama cawagub DKI) paling tidak ada secercah jalan keluar," ujarnya.
"Yakni supaya deadlock yang selama ini terjadi antara kedua partai (Gerindra dan PKS) segera diakhiri terkait cawagub DKI," jelas Burhanuddin.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)