Rangga Sasana Tak Rekrut Manusia hingga Sayangkan Ridwan Kamil Tak Tahu Sejarah Sunda Empire
Klaim keberadaan Sunda Empire mendapat perhatian masyarakat. Rangga Sasana mengungkapkan kerajaannya berbeda dengan Keraton Agung Sejagat.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Klaim keberadaan Sunda Empire mendapat perhatian masyarakat.
Beberapa tokoh turut memberikan tanggapannya.
Kemunculan Sunda Empire ini diketahui ramai diperbincangkan setelah pemberitaan tentang Keraton Agung Sejagat.
Terkait hal ini, Petinggi Sunda Empire, Rangga Sasana mengungkapkan kerajaannya berbeda dengan Keraton Agung Sejagat.
Ia lantas menegaskan, Sunda Empire tidak bisa disamakan dengan yang dilakukan Totok Santoso.
Rangga Sasana menyebut semua orang boleh bergabung dengan Sunda Empire.
Petinggi Sunda Empire itu menerangkan kerajaannya tidak merekrut manusia.
Kerajaannya ini mempunyai anggota di seluruh dunia.
Ia mengklaim pemerintahan di seluruh dunia.
"Siapa pun boleh di Sunda Empire, tapi karena posisi gini, Sunda Empire tidak merekrut manusia," tutur Rangga yang dikutip dari tayangan YouTube Indonesia Lawyer Club, Selasa (21/1/2020).
"Tapi adalah anggotanya seluruh negara dan pemerintahan seluruh dunia, bukan manusia," tambahnya.
"Adapun ada pejabatnya yang bekerja di sana, mereka baru persiapan kita ini," jelas Rangga Sasana.
Sayangkan Ridwan Kamil Tak Tahu Sejarah Sunda Empire
Rangga Sasana mengaku menyayangkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil tidak mengetahui sejarah Sunda Empire.
Kemudian, ia menyinggung persoalan sejarah mengenai sebuah gedung Isola yang kini berada di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jawa Barat.
Gedung tersebut diketahui pernah digunakan kelompok Sunda Empire dalam melangsungkan beberapa kegiatan.
"Jadi Isola itu adalah terbentuknya atas NATO di situ. NATO itu ABCD. Perlu paham itu. NATO dibangun oleh PBB," katanya
Rangga menambahkan, saat itu tidak ada pemerintahan yang boleh membangun pasukan atau polisi tanpa izin dari kekaisaran Sunda Empire.
Sementara ditanya soal terbentuknya NATO, Rangga menyampaikan NATO dibentuk setelah Perang Dunia II.
Hal itu atas dasar tatanan ABCD, yakni:
- A (American)
- B (British)
- C (Canada)
- D (Diplomatic International yaitu Bandung).
"Corps Diplomatic International. Jamannya itu dari dulu. Makanya itu Banda-Indung, Bandanya Ibu. Itu harus kita buka itu Bandung," tegasnya.
Saat menjelaskan mengenai sejarah Sunda Empire, pembahasannya pun sempat melebar hingga mengaitkan dengan kelahiran organisasi PBB dan badan kemiliteran Amerika Pentagon.
Ia pun mengklaim bahwa PBB dan Pentagon tersebut lahir di wilayahnya Sunda Atlantik yakni Bandung.
Rangga juga sempat menyayangkan bahwa sejarah Indonesia Indonesia dinilai telah diplesetkan sejak era Presiden Soekarno.
Ketika menjelaskan sejarah menurut versinya itu, Rangga kembali menyinggung peran Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang pernah menyindir dan menyebutnya sebagai kawanan orang stres.
"Kalau gubernur tidak tahu cerita Sunda Empire Bandung, jangan jadi gubernur," kata Rangga.
Tak hanya itu, ia juga menyindir para sejarawan juga budayawan yang tidak mengetahui tentang sejarah Sunda Empire.
Budayawan Dedi Mulyadi Beri Tanggapan
Sementara itu, Budayawan asal Jawa Barat Dedi Mulyani ikut memberikan tanggapannya terkait kemunculan Sunda Empire-Empire Earth.
Menurut Dedi Mulyadi, kemunculan Sunda Empire-Empire Earth dengan seragam ala militer merupakan penyakit sosial.
Ia menilai penyakit sosial seperti itu sudah lama terjadi di Indonesia.
Dedi mengatakan, fenomena itu merupakan bentuk problem sosial yang akut.
Berdasarkan penuturan Dedi Mulyadi, masyarakat Indonesia terbiasa masuk ke wilayah berpikir yang tidak realistis atau terlalu obsesif.
"Ada obsesi mendapat pangkat tanpa proses kepangkatan atau instan," kata Dedi kepada Kompas.com, Sabtu (17/1/2020).
Ia menuturkan, di Indonesia, dalam kehidupan sosial banyak kelompok masyarakat setiap hari mencari harta karun, emas batanganm, uang brazil, dan sejenisnya.
Di sisi lain, kelompok adat yang memiliki sistematika cara berpikir realistis.
"Misalnya areal adat komunitas adat kian sempit, tak dapat pengakuan. Kemudian membuat stigma bahwa mereka (kaum adat) adalah kelompok-kelompok yang dianggap bertentangan dengan asas kepatutan pranata sosial kemapanan hari ini," katanya.
Untuk mengatasi kelompok-kelompok itu, Dedi menerangkan negara harus memberikan penguatan kepada kaum adat.
Kaum adat menurut Dedi lebih memiliki historis yang jelas dan jauh lebih realistis.
Tanggapan Dedi Soal Tentara Cadangan
Menurut Dedi, soal tentara cadangan, selain Sunda Empire-Empire Earth, ada juga kelompok lain yang memiliki obsesi yang mirip.
Berdasar penuturannya, kelompok itu berasal dari masyarakat mapan.
Kata Dedi, masyarakat merasa bangga bila mengenakan seragam ala militer yang lengkap dengan atributnya.
Untuk itu, Dedi menegaskan perlu adanya program bela negara.
Hal itu agar anak-anak muda dapat direkrut mengikuti program itu dengan baik.
"Mereka bisa jadi tentara cadangan," kata Dedi.
"Daripada dibiarkan liar. Mereka dilatih militer, kemudian seragamnya diseragamkan saja seluruh Indonesia," terangnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)