Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sudding: Tidak Konsitennya Imigrasi Soal Keberadaan Harun Masiku Picu Pertanyaan Publik

Anggota Komisi III Sarifuddin Sudding menilai peristiwa luputnya buronan KPK Harun Masiku dari pantauan imigrasi picu pertanyaan publik

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sudding: Tidak Konsitennya Imigrasi Soal Keberadaan Harun Masiku Picu Pertanyaan Publik
Tribunnews.com/ Ferdinand Waskita
Sarifuddin Sudding 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III dari Fraksi PAN, Sarifuddin Sudding menilai peristiwa luputnya buronan KPK Harun Masiku dari pantauan imigrasi memicu pertanyaan publik.

Masyarakat menjadi bertanya-tanya mengenai kinerja Imigrasi selama ini.

"Ya ini kan membuat masyarakat bertanya-tanya," kata Sarifuddin Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Menurut Sarifuddin Sudding Imigrasi sebelumnya mengatakan bahwa Harun yang merupakan tersangka kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sedang berada di luar negeri.

Baca: ‎Dubes RI di Beijing: Tidak Ada Laporan WNI Terinfeksi Virus Corona di Wuhan Cina

Namun, kemudian Imigrasi mengatakan bahwa Harun berada di Indonesia sejak 7 Januari lalu.

Hal itu menurutnya berimbas pada proses pencarian Harun Masiku oleh aparat penegak hukum.

Berita Rekomendasi

"Nah tentu kalau yang bersangkutan sudah ada di Indonesia, ini menjadi pertanyaan kita semua. Pada saat dia berada di Indonesia langkah-langkah apa yang sudah dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini KPK untuk menghadirkan yang bersangkutan untuk dimintakan keterangannya," katanya.

Sudding menilai Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak mampu melakukan koordinasi dengan baik di dalam lembaganya sehingga luput memantau keberadaan Harun.

Baca: Yasonna Laoly Minta Maaf pada Warga Tanjung Priok yang Tersinggung, dan Janji akan Silaturahmi

Hal itu bisa terjadi karena posisi Yasonna yang merupakan kader PDIP dan masuk dalam tim hukum.

"Ya bisa saja itu terjadi, apakah dalam rangka untuk menutup-nutupi keberadaan yang bersangkutan, sehingga tanpa ada koordinasi terlebih dahulu sebagai pejabat tertinggi dalam satu instansi memberikan suatu statement ke publik tanpa me-recheck terlebih dahulu kebenaran informasi yang disampaikan Keberadaan Harun di Indonesia, imigrasi," katanya.

ICW sebut KPK dan Kemenkumham tebar hoaks

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebar hoaks terkait keberadaan caleg PDIP Harun Masiku.

Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebelumnya menyatakan Harun pergi ke Singapura pada 6 Januari atau dua hari setelah operasi tangkap tangan dalam kasus yang menjerat Harun.

Bahkan Menkumham Yasonna pada 16 Januari memastikan Harun masih berada di Singapura.

"Tidak ada [surat pencekalan]. Pencekalan itu kan kalau dia belum keluar, dia kan sudah keluar sebelum ada permintaan itu. Untuk apa dikirim surat pencekalan orangnya masih di luar," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/1/2020).

"Ini membuktikan bahwa Menteri Hukum dan HAM serta pimpinan KPK telah menebar hoaks kepada publik," tegas Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan tidak mengetahui keberadaan Harun Masiku.

Baca: Warga Tanjung Priok: Yasonna Harus Minta Maaf dalam 2x24 Jam

Bahkan Firli menyatakan KPK akan langsung melakukan penangkapan bila wartawan memiliki informasi terkait keberadaan Harun Masiku.

"Kalau saya sudah tahu, saya tangkap pasti. Kalau Mbak tahu pun, kasih tahu saya, saya tangkap," kata Firli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1/2020).

Berdasarkan pernyataan tersebut, ICW meminta KPK tak lagi ragu untuk menerapkan pasal merintangi penyidikan (obstruction of justice) sebagaimana diatur Pasal 21 UU Tipikor, terhadap pihak-pihak yang selama ini menyembunyikan keberadaan Harun.

Baca: Warga Priok Ultimatum Menteri Yasonna Minta Maaf dalam Kurun 2x24 Jam, Jika Tidak . . .

Pasal 21 UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

"Penting untuk dicatat bahwa perkara ini sudah masuk di ranah penyidikan, maka dari itu, ketika ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan Harun Masiku dengan menebarkan hoaks seperti itu mestinya KPK tidak lagi ragu untuk menerbitkan surat perintah penyelidikan dengan dugaan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor," tandas Kurnia.

Pada Rabu ini, Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny Sompie mengakui tersangka suap kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak tanggal 7 Januari 2020. Harun tiba di Jakarta setelah sehari sebelumnya pergi ke Singapura.

"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soetta, bahwa HM [Harun Masiku] telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," kata Ronny kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

Baca: Istana Soroti Imigrasi Soal Perbedaan Informasi Keberadaan Harun Masiku

Atas kekeliruan tersebut, Ronny memerintahkan Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun melintas masuk.

"Hasil pendalaman akan segera dilaporkan kepada saya," kata Ronny.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful selaku swasta.

Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang dan uang Rp400 juta dalam valuta dolar Singapura pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.

KPK menduga Wahyu Setiawan melalui Agustiani yang juga orang kepercayannya menerima suap guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW untuk mengganti posisi Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.

Namun, dalam rapat pleno KPU memutuskan bahwa pengganti almarhum Nazarudin adalah caleg lain atas nama Riezky Aprilia. Terdapat usaha agar Wahyu tetap mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.

Awalnya, Wahyu meminta Rp900 juta untuk dana operasional dalam membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR PAW tersebut. Dari serangkaian uang yang dialirkan, diduga Wahyu telah menerima Rp600 juta baik langsung maupun melalui Agustiani.

Baca: Imigrasi Pastikan Harun Masiku Terlihat di Bandara Soekarno-Hatta pada 7 Januari 2020

Adapun sumber uang Rp400 juta dari tangan Agustiani yang diduga ditujukan untuk Wahyu masih didalami KPK. Diduga dana itu dialirkan pengurus partai PDIP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas