Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Anies: Jakarta Jadi Kota Bisnis dan Wisata
Anies Baswedan melihat Provinsi DKI Jakarta akan menjadi kota bisnis dan wisata, setelah ibu kota negara pindah ke Kalimantan Timur
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melihat Provinsi DKI Jakarta akan menjadi kota bisnis dan wisata, setelah ibu kota negara pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim).
"Kami berharap adanya reorganisasi ibu kota yan pindah ke Kalimantan Timur, maka Jakarta akan bisa fokus pengembangan kota sebagai kota bisnis, kota wisata," ujar Anies saat Rakerda Gerindra Jakarta di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (26/1/2020).
Baca: Rakerda Gerindra Jakarta Soroti Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur
Baca: M. Taufik Ingatkan Anies Baswedan, Naik ke DKI 1 karena Diusung Partai Gerindra
Baca: Gubernur Anies Baswedan dan Sandi Reunian di Rakerda Gerindra DKI
Anies meyakini, Jakarta yang sudah menjadi pusat perekonomian akan berkembang secara pesat lagi ke depannya, setelah status ibu kota pindah ke Penajam Paser Utara, Kaltim.
"Justru semakin berkembang, karena kesempatan untuk fokus pada pembangunan perekonomian, akan sangat tinggi," ucap Anies.
Sementara untuk kota wisata, kata Anies, perayaan tahun baru 2020 sudah sangat terlihat jumlah wisatawan yang datang ke Jakarta.
"Wisatawan lebih banyak ke Jakarta dibanding yang ke Bali. Jakarta nomor satu sebagai tujuan wisata," ucap Anies.
"Kami dorong perayaan-perayaan dan kami bangun. Kami ingin Jakarta itu rumah bagi semuanya, Jakarta terasa seperti tempat setiap komponen masyarakat," sambung Anies.
Draf Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Baru, telah dikirim pemerintah ke DPR.
Diketahui, total lahan termasuk cadangan untuk ibu kota baru seluas 256 ribu hektare dan untuk kawasan inti ibu kota hanya 56 ribu hektare.
Dari kawasan itu, yang dipakai untuk pemerintahan hanya 5.600 hektare.
Adapun biaya pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur, diperkirakan mencapai Rp 466 triliun.
Anggaran tersebut berasal dari APBN sebesar 19,2 persen atau Rp 89,4 triliun, dari skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sebesar 54,4 persen atau Rp 253,4 triliun dan dari swasta sebesar 26,4 persen atau sebesar Rp 123,2 triliun.