Politikus Golkar Berharap DPR dan Pemerintah Terbuka Ajak Semua Pihak Diskusi Soal Omnibus Law
Anggota Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo mengatakan pihaknya akan terus melakukan diskusi dalam rangka menggodok RUU Omnibus Law.
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Mafani Fidesya Hutauruk
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo mengatakan pihaknya akan terus melakukan diskusi dalam rangka menggodok RUU Omnibus Law.
Politikus Partai Golkar tersebut mengatakan pengusaha, buruh, dan pemerintah saling membutuhkan.
"Mustahil buruh atau karyawan bisa bekerja kalau tidak ada perusahaan. Perusahaan juga tidak akan produktif jika tidak ada pekerja," ucap Firman Soebagyo dalam diskusi bertemakan 'Omnibus Law Bikin Galau?' di Upnormal Coffee, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (26/01/2020).
Baca: Dianggap Rugikan Buruh, KSPI Siapkan Sejumlah Langkah Tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Firman Soebagyo menilai omnibus law merupakan terobosan baru untuk menyiasati dan menyelesaikan berbagai persoalan regulasi yang tumpang tindih dan sulit dilaksanakan.
Karena itu, DPR akan sangat terbuka melakukan diskusi dengan berbagai pihak supaya produk omnibus law yang dihasilkan menguntungkan semua pihak.
Baca: Pelajari Omnibus Law, DPR Bakal Studi Banding ke Amerika Serikat?
"Kita akan selalu terbuka dan akan melakukan diskusi. Kita berharap pemerintah juga demikian (melakukan diskusi)," ucapnya.
Menurutnya dengan diskusi akan ditemukan kesepakatan terbaik bagi bangsa dan negara.
KSPI siapkan sejumlah langkah tolak omnibus law
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan buruh akan melakukan berbagai upaya supaya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut tidak jadi diberlakukan.
KSPI akan menggugat pemerintah melalui Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Baca: KSPN: Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Dilakukan Sepihak
"Nanti judicial review ke MK atau kita melakukan citizen law suit, kita melakukan gugatan warga negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Karena kita sebagai buruh dirugikan atas adanya Omnibus Law ini," ujar Said Iqbal dalam diskusi bertajuk 'Omnibus Law Bikin Galau?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2020).
Selain melakukan gugatan ke MK, KSPI pun akan melakukan lobi-lobi politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Baca: Pelajari Omnibus Law, DPR Bakal Studi Banding ke Amerika Serikat?
Lewat anggota dewan, serikat pekerja berharap pemerintah membatalkan kluster ketenagakerjaan dalam aturan Omnibus Law.
"Hal itu lantaran adanya risiko buruh tidak mendapatkan perlindungan dan kepastian kerja yang layak," ujar Said Iqbal.
Serikat pekerja juga mengancam akan melakukan aksi-aksi demonstrasi untuk menolak aturan tersebut jika tuntutannya tidak didengarkan pemerintah.
Baca: KSPI Khawatir Upah Per Jam di RUU Omnibus Law Jadi Akal-akalan Pengusaha
"Langkah gerakan pasti ada. Aksi-aksi (demonstrasi) akan berlanjut mulai dari tingkat daerah ke tingkat nasional," katanya.
Saat ini, sebanyak empat RUU Omnibus Law telah masuk Prolegnas 2020.
Empat RUU omnibus law yaitu, RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara, dan RUU Keamanan Laut.
Khusus RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sampai saat ini masih menjadi pro kontra di masyarakat.
Kelompok buruh misalnya, menilai aturan tersebut lebih menguntungkan korporasi.
Di sisi lain, kelompok pengusaha menilai aturan tersebut bisa berdampak positif bagi perekonomian karena memperluas lapangan kerja.
Isu besar di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini ada di klaster pertama yaitu Penyederhaan Perizinan Berusaha.
Klaster ini terbagi atas 18 sub klaster, yakni Lokasi, Lingkungan, Bangunan Gedung, Sektor Pertanian, Sektor Kehutanan, Sektor Kelautan Perikanan, Sektor ESDM, Sektor Ketenaganukliran, Sektor Perindustrian, Sektor Perdagangan, Sektor Kesehatan Obat dan Makanan, Sektor Pariwisata, Sektor Pendidikan, Sektor Keagamaan, Sektor Perhubungan, Sektor PUPR, Sektor Pos dan Telekomunikasi, Sektor Pertahanan dan Keamanan.