Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Diminta Tidak Pandang Bulu Telusuri Nama-nama dalam Kasus Suap Harun Masiku

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak pandang bulu dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPK Diminta Tidak Pandang Bulu Telusuri Nama-nama dalam Kasus Suap Harun Masiku
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak pandang bulu dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Terutama dalam kasus suap Harun Masiku terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) wilayah Malaysia Adnan Kasofi.

Adnan menyayangkan KPK hanya berhenti pada operasi tangkap tangan (OTT) saja dengan menangkap delapan orang dan menetapkan empat orang tersangka.

Baca: Sela Adian Napitupulu yang Jelaskan soal Awal Mula Kasus Harun Masiku, Karni Ilyas Sampaikan Protes

KAMMI Malaysia pun mendesak KPK mengembangkan kasus ini untuk menyelidiki nama-nama yang turut terlibat.

"KPK seharusnya tidak pandang bulu dalam menangani kasus korupsi meskipun terhadap partai penguasa. Harus memanggil nama-nama yang terindikasi masuk dalam pusaran korupsi," ujar Adnan ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (29/1/2020).

Baca: Sebut Menkumham Bela Harun Masiku, Benny Harman Kritisi Pemecatan Dirjen Imigrasi: Cuma Jadi Korban

BERITA REKOMENDASI

"Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif, sehingga kejahatan ini tidak mungkin akan dilakukan oleh satu-dua orang dan pasti melibatkan banyak orang," imbuhnya.

Adnan mengatakan KAMMI Malaysia mendukung KPK untuk menindak tegas pelaku korupsi.

Namun, Adnan menegaskan pihaknya menolak segala bentuk yang melemahkan KPK.

Menurutnya, KPK sebagai lembaga independen seharusnya diberikan hak khusus untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.

Baca: Di ILC, Benny Harman Ungkap Permainan Cilukba di Balik Kasus Harun Masiku: Wibawa KPK Hancur

Ia mencontohkan kejadian dimana penyidik KPK tak berhasil melakukan penyegelan terhadap kantor atau gedung tertentu dalam kasus suap Harun Masiku.

"Pemerintah seharusnya tidak mencoba untuk melemahkan KPK dengan berbagai aturan yang dapat melemahkan fungsi KPK sebagai lembaga anti rasuah di indonesia. Itu semua demi kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia," kata dia.

Diketahui dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8-9 Januari 2020, ada empat orang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat praktik suap terkait upaya pemulusan caleg PDIP Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih 2019-2020 melalui PAW.

Keempatnya adalah komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan kader PDIP Saeful Bahri.

Wahyu diduga menerima Rp600 juta dari caleg PDIP Harun Masiku melalui perantara, agar ditetapkan sebagai anggota DPR terpilih melalui PAW menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.

Namun, semula Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta pelicin kepada Harun.

Upaya pemulusan menjadi anggota DPR Harun Masiku dibantu mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP Saeful Bahri.

Namun, upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas tak berjalan mulus. Karena hingga rapat terakhir penetapan caleg terpilih 7 Januari 2020, KPU KPU tetap memutuskan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas, bukan Harun Masiku.

Meski demikian, Wahyu menghubungi pengacara dari PDIP, Donny, dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun menjadi anggota DPR melalui PAW.

Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina.

Namun, saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Meski bisa menangkap pihak penerima dan perantara suap, hingga kini KPK belum mampu menangkap kader PDIP Harun Masiku yang berkepentingan di kasus suap tersebut.

Justru, keberadaan Harun Masiku menjadi masalah baru karena Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan pihak imigrasi kompak menyebut Harun belum kembali ke Indonesia sejak pergi ke Singapura pada 6 Januari 2020.

Padahal, Harun Masiku sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 atau sebelum KPK melakukan OTT sebagaimana investigasi majalah Tempo dan pengakuan istri Harun Masiku, Hildawati Jamrin. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas