Politikus PKS Usul Ganja Diekspor, Legislator PDIP: Masih Banyak Komoditas Potensial Lain
usulan anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Rafli untuk menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor sebaiknya tidak ditindaklanjuti
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR fraksi PDIP Mufti Anam mengatakan usulan anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Rafli untuk menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor sebaiknya tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Ia menilai, masih ada komoditas lain yang berpotensi meningkatkan pendapatan negara.
"Usulan itu tidak perlu ditindaklanjuti karena beberapa alasan. Pertama, masih banyak komoditas lain yang bisa dipacu pengembangannya untuk menggeliatkan ekonomi daerah dan nasional," kata Mufti kepada wartawan, Jumat (31/1/2020).
Baca: Rafli Legislator PKS Tawarkan Konsep Agar Ganja Bisa Jadi Komoditas Ekspor Indonesia
Baca: Ganja Diusulkan Jadi Komoditas Ekspor Karena Bisa Mengobati, Benarkah?
Baca: Kata Ikatan Dokter Indonesia Terkait Usulan Ganja Jadi Komoditas Ekspor
Ia menyebut berbagai jenis produk potensi lainnya.
Diantaranya berbagai rempah, aromatik, dan tanaman obat seperti lengkuas, kunyit, cengkeh, lada, pala, kapulaga, biji vanili, hingga merica.
"Dan harga ekspornya sangat mahal, bisa berlipat-lipat dibanding harga di Indonesia. Pemerintah harus concern melakukan riset dan inovasi terhadap komoditas semacam itu daripada ikut berpolemik menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor," katanya.
"Riset dan inovasi itu penting agar produktivitas dan kualitas rempah, aromatik, tanaman obat Indonesia terakselerasi. Pemerintah harus mengiringi tumbuh kembangnya petani dalam menghidupkan kembali jalur rempah yang membuat Nusantara begitu seksi di mata para penjajah di masa lalu," imbuhnya.
Alasan kedua, lanjut Mufti, banyak komoditas ekspor lain yang bisa dioptimalkan untuk menghasilkan devisa bagi negara.
"Komoditas nonmigas begitu banyak. Industri manufaktur berjejer. Olahan pertanian dan subsektornya sangat beragam. Jadi ngapain bingung soal ganja harus diekspor?" ucapnya.
Mufti menjelaskan tanpa ganja, ekspor rempah, aromatik, dan tanaman obat dari Indonesia bisa meningkatkan penghasilan negara.
Berdasarkan data BPS, ekspor tanaman obat, aromatik, dan rempah-rempah Indonesia pada 2018 mencapai 601 juta dolar AS (Free On Board/FOB), tumbuh pesat jika dibandingkan pada 2013 yang baru sebesar 342 juta dolar AS. Dalam setahun, yang diekspor Indonesia mencapai 336 ribu ton.
"Rempah-rempah, tanaman obat, dan aromatik Indonesia punya daya saing tinggi. Kita termasuk eksportir terbesar dunia di segmen itu. Jadi tanpa ganja, komoditas kita sudah bisa menghasilkan devisa yang tak sedikit. Tinggal komoditas-komoditas itu dikembangkan, dihilirisasi, biar makin memberi nilai tambah ekonomi," kata Mufti.
Alasan ketiga, kata dia, secara aturan memang peredaran ganja dilarang.
"Tentu sudah ada kajian dari para ahli tentang dampak dan manfaatnya. Faktanya, sekarang ganja dilarang,” ujarnya.