Sunda Empire & Keraton Agung Sejagat 'Runtuh' di Tangan Kepolisian, Pengamat: Kalau Dibiarkan Bahaya
Dipolisikannya petinggi Sunda Empire dan raja ratu Keraton Agung Sejagat disebut pengamat adalah tindakan yang tepat.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Ayu Miftakhul Husna
TRIBUNNEWS.COM - Dipolisikannya petinggi Sunda Empire dan raja ratu Keraton Agung Sejagat disebut pengamat adalah tindakan yang tepat.
Pengamat Hukum Tatanegara dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riewanto memandang hal ini adalah urusan integritas sebuah bangsa.
"Sudah tepat, ini kan menyangkut integritas bangsa, soal keutuhan bangsa. Apa yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut jauh dari itu," ujarnya kepada Tribunnews, Kamis (30/1/2020).
Apa yang dilakukan penegak hukum disebut Agus merupakan wujud mengembalikan integritas bangsa.
"Untuk mengembalikan integritas bangsa, agar sejarah bangsa tidak diacak-acak," ungkapnya.
Lebih lanjut, Agus mengungkapkan jika apa yang dilakukan kelompok semacam Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire dapat mengancam bangsa.
"Kalau dibiarkan bahaya. Bahaya bagi integritas bangsa dan generasi mendatang," ungkapnya.
Agus menuturkan, orang akan mudah mencari jalan pintas untuk mendapatkan popularitas.
"Soal pasal yang digunakan apa, itu akan dirunut sesuai alat bukti yang didapat, bisa pasal membuat keonaran, atau kebohongan publik, polisi yang akan memutuskan," ujar Agus.
Agus mengharap hal-hal yang menyangkut integritas bangsa tidak dijadikan sebagai gurauan.
"Saya berharap tidak dibuat main-main dan tidak terulang kembali, kalau terulang generasi kita yang rugi," ungkapnya.
Kasus Sunda Empire
Sebelumnya, Sunda Empire yang disebut merupakan 'kekaisaran matahari' telah runtuh di tangan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat.
Hal ini terjadi setelah tiga petingginya ditetapkan menjadi tersangka.
Mereka adalah NB atau Nasri Banks selaku Perdana Menteri Sunda Empire.
Kedua adalah RDRN atau Raden Ratnaningrum selaku Kaisar.
Dan juga KAR atau Ki Ageng Rangga selaku Sekretaris Jenderal.
Dilansir Kompas.com, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Saptono Erlangga mengatakan, penetapan tersangka didasari alat bukti dan sejumlah keterangan para ahli.
"Hasil keterangan ahli dan alat bukti, penyidik berkesimpulan kasus ini memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 14 dan 15 dengan sengaja menerbitkan keonaran dan menyebarkan berita bohong," ujar Saptono Erlangga dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Selasa (28/1/2020).
Saptono menjelaskan, ketiga orang tersebut terancam pidana penjara maksimal 10 tahun.
Kasus Keraton Agung Sejagat
Sementara itu, dibandingkan Sunda Empire, Keraton Agung Sejagat lebih singkat prosesnya dari viral hingga ditangkap polisi.
Raja dan ratu Keraton Agung ditangkap pada Selasa (14/1/2020).
Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Tengah menangkap sang Raja Sinuhun Totok Santosa (42) dan Fanni Aminadia (41).
Saat itu, keduanya diciduk dengan tudingan menyebarkan berita bohong kepada masyarakat.
"Dugaan sementara pelaku melakukan perbuatan melanggar pasal 14 UU RI No.1 th 1946 tentang peraturan hukum pidana terkait penipuan," jelas Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iskandar Fitriana Sutisna dilansir Kompas.com, Selasa (14/01/2020).
Ancaman keduanya pun mencapai 10 tahun penjara.
Tidak hanya menangkap Totok dan Fanni.
Polisi juga melakukan penyitaan terhadap sejumlah dokumen dari tangan mereka.
Satu di antaranya adalah dokumen untuk perekrutan anggota Keraton Agung Sejagat.
Diketahui sebelumnya, kemunculan Keraton Agung Sejagat mulai viral setelah mereka mengadakan acara wilujengan dan kirab budaya.
Acara tersebut dilaksanakan dari Jumat (10/1/2020) hingga Minggu (12/1/2020), lalu.
Diketahui Keraton Agung Sejagat dipimpin oleh seseorang yang dipanggil Sinuwun, Totok Santosa Hadiningrat.
Sementara itu, sang Kanjeng Ratu memiliki nama Dyah Gitarja.
Berdasarkan informasi, pengikut dari Keraton Agung Sejagat ini mencapai sekitar 450 orang.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Agie Permadi/Riska Farasonalia)