Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Demi Kepentingan Penegakan Hukum, Upaya Penyadapan Dapat Dilakukan

Untuk itu, kata dia, diperlukan izin agar upaya penyadapan dapat dilakukan. Apabila penyadapan dilakukan tapa adanya izin, kata dia maka perbuatan itu

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Demi Kepentingan Penegakan Hukum, Upaya Penyadapan Dapat Dilakukan
Danang Triatmojo/Tribunnews.com
Gedung Mahkamah Konstitusi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya penyadapan yang dilakukan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diatur di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Staf Hukum dan HAM Agus Hariadi mengatakan tata cara pemberian izin penyadapan dan tindakan penyidikan secara tegas diatur di UU KPK hasil revisi untuk memberikan kepastian hukum yang adil serta perlakuan terhadap semua orang yang sama dihadapan hukum.

Menurut dia, pada dasarnya penyadapan merupakan perbuatan yang ilegal karena berpotensi disalahgunakan. Namun, dia menegaskan penyadapan dapat menjadi kegiatan yang legal apabila dipergunakan untuk kepentingan umum atau penegakan hukum.

"Jika penyadapan digunakan untuk kepentingan umum, yakni dalam rangka penegakan hukum untuk mendapatkan legalnya sesuatu yang dilarang menurut hukum," kata Agus, saat membacakan keterangan di ruang sidang pleno lantai II gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (3/2/2020).

Baca: Staf Menkumham Jawab Tudingan Pembentukan Dewan Pengawas Melemahkan Pemberantasan Korupsi

Untuk itu, kata dia, diperlukan izin agar upaya penyadapan dapat dilakukan. Apabila penyadapan dilakukan tapa adanya izin, kata dia maka perbuatan itu melanggar hukum.

Dia menjelaskan, kewenangan penyadapan dan merekam pembicaraan sebagaimana ketentuan pasal 12 UU KPK sebelum revisi, tanpa adanya izin merupakan perbuatan tidak sesuai kaidah hukum bahkan dapat disebut sebagai perbuatan melanggar hukum.

"Sehingga di revisi pasal a quo, bertujuan menyempurnakan substansi tentang kewenangan penyadapan untuk diatur sesuai dengan kaidah hukum sesuai dengan ketentuan pasal 12B, pasal 12C, dan pasal 12D," kata dia.

BERITA REKOMENDASI

Jika mengacu Pasal 12 B UU KPK hasil revisi, kata dia, Dewan Pengawas KPK berwenang memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan kepada pihak KPK.

Baca: KPK Pajang Foto Harun Masiku Jadi Buronan

"Dengan alasan bahwa penyadapan dapat digunakan sebagai kejahatan, namun secara hukum juga dapat menjadi legal," tambah Agus.

Untuk diketahui, majelis hakim konstitusi menggelar sidang lanjutan uji formil dan uji materiil UU KPK atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada Senin (3/2/2020) ini, sidang beragenda mendengarkan keterangan dari perwakilan Presiden dan DPR. Staf Menteri Hukum dan HAM Agus Hariadi, mewakili Presiden.

Untuk diketahui, terdapat lima perkara uji formil dan uji materiil UU KPK yang digelar oleh hakim konstitusi.


Perkara pertama nomor 79/PUU-XVII/2019, Permohonan Pengujian Formil Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan Agus Rahardjo, dkk.Arif Maulana, S.H., dkk.

Perkara kedua nomor 62/PUU-XVII/2019, Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang diajukan Gregorius Yonathan Deowikaputra, S.H.

Perkara ketiga nomor 70/PUU-XVII/2019, Permohonan Pengujian Formil dan Materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H., Eko Riyadi, S.H., M.H., Ari Wibowo, S.H., S.HI., M.H., dan Dr. Mahrus Ali, S.H., M.H.Anang Zubaidy, S.H., M.H., dkk

Perkara keempat nomor 71/PUU-XVII/2019, Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

Perkara kelima nomor 73/PUU-XVII/2019, Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan Ricki Martin Sidauruk.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas