Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wacana Pemulangan 600 WNI Eks ISIS dari Timur Tengah, DPR: Pemerintah Harus Ekstra Hati-Hati

"Suatu kebijakan sangat spekulatif, dalam konteks ini pemerintah harus berhati-hati terkait Wacana Pemulangan 600 WNI Eks ISIS dari Timur Tengah

Penulis: Arif Fajar Nasucha
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Wacana Pemulangan 600 WNI Eks ISIS dari Timur Tengah, DPR: Pemerintah Harus Ekstra Hati-Hati
YouTube/metrotvnews
Pembahasan Wacana Pemulangan 600 WNI Eks ISIS dari Timur Tengah di Acara Metro Hari Ini 

TRIBUNNEWS.COM -  Sebelumnya wacana pemulangan 600 WNI eks kelompok teroris eks kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dari Timur Tengah dinyatakan oleh Menteri Agama Fachrul Razi (saat ini sudah diralat).

Anggota Komisi satu DPR Willy Aditya menanggapi wacana pemulangan 600 WNI Eks-ISIS dari Timur Tengah.

Willy menganggap bahwa pemerintah harus ekstra hati-hati terkait wacana pemulangan WNI mantan ISIS.

"Suatu kebijakan sangat spekulatif, dalam konteks ini pemerintah harus berhati-hati," kata Willy, di acara Metro Hari Ini, Rabu (5/2/2020).

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Nasdem, Willy Aditya
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Nasdem, Willy Aditya (Tribunnews.com/Rizal Bomantama)

Menurutnya terorisme adalah kejahatan luar biasa atau extra ordinary.

Ia menyebut bahwa jangan sampai ada anggapan bahwa Indonesia sebagai sarang teroris atau melindungi tetoris.

"Jangan sampai nanti dibilang sebagai sarang teroris, atau negara yang melindungi teroris," tambahnya.

Berita Rekomendasi

Willy menganggap bahwa pemerintah harus mempertimbangkan dengan sangat matang.

Hal ini tidak hanya atas dasar kemanusiaan.

"Bukan hanya atas dasar kemanusian dan belas kasihan kemudian melakukan langkah-langkah yang justru bertentangan," jelasnya.

Jelasnya sebaiknya eks ISIS diperlakukan layaknya pencari suaka.

"Tentu jika mereka sudah membakar paspor, maka bukan WNI lagi," jelasnya.

Hal itu membuat negara tidak boleh memperlakukan mereka layaknya seorang WNI.

Selain itu, secara tegas dalam UUD dikatan seseorang yang membela negara lain untuk berperang, sudah tidak bisa diakui lagu sebagai warga negara Indonesia.

"Itu yang membuat mereka tidak bisa diperlakukan sebagai WNI."

"Sehingga perlakuannya tidak jauh berbeda dengan orang-orang pencari suaka," jelasnya.

Sementara Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera juga angkat bicara mengenai wacana tersebut.

Mardani Ali Sera menilai pemulangan WNI tersebut harus diikuti dengan proses penanganan yang jelas dan tepat.

"Bagaimanapun mereka warga negara Indonesia, kalau mereka mau dipulangkan, harus jelas proposal penanganannya."

"Jika tidak jelas penanganannya yang terjadi malah berantakan," ujar Mardani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2020).

Mardani menyebut penanganan para WNI eks ISIS tersebut haruslah menggunakan skema multi disiplin.

Sehingga tak hanya melihat dari sisi agama semata, namun juga melihat dari persoalan ekonomi, ideologi, dan politik.

Anggota Komisi II DPR RI itu juga meminta program moderasi keagamaan WNI tersebut harus melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Menurutnya, masalah ini juga tak bisa hanya dipegang dan diurus oleh Kementerian Agama ataupun Kementerian Luar Negeri saja.

"Ini bukan urusan agama saja, ini nanti deradikalisasinya jalan, program moderasi keagamaan mereka harus melibatkan MUI. Juga melibatkan teman-teman tenaga kerja, koperasi, karena masalah ekonomi ada, masalah ideologi ada, masalah politik juga ada," katanya.

Mabes Polri menyatakan proses verifikasi dan profiling penting terkait wacana pemulangan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan verifikasi dan profiling tersebut memastikan benar atau tidaknya seseorang sebagai WNI.

"Informasinya memang 600 orang, langkahnya tentu diverifikasi dan profiling dulu benar atau tidak WNI."

"Harus jelas track record-nya, masih ada proses untuk memastikan sambil melihat sikap pemerintah dari sana," ujar Asep, di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (3/2/2020).

Asep menyebut kajian strategis juga akan dilakukan Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Polri, BNPT, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Hal tersebut untuk mengetahui sejauh apa WNI tersebut terpapar paham radikal.

(Tribunnews.com/Fajar/Vincentius Jyestha)

 
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas