Wakil Ketua Komisi IX DPR: Sebaran Virus Corona Kalah Cepat dengan Hoaks
Wakil Ketua Komisi IX DPR fraksi Golkar, Melki Laka Lena angkat bicara soal persebaran virus corona.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi IX DPR fraksi Golkar, Melki Laka Lena angkat bicara soal persebaran virus corona.
Melki mengatakan, dari awal memang persoalan virus corona ini satu aspek tersendiri.
Aspek yang lainnya adalah saat ini kita berada di era disrupsi informasi.
Hal tersebut disampaikan Melki dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Selasa (4/2/2020).
"Jadi justru keterangan yang sebenarnya tentang novel coronavirus, bagaimana ini terjadi."
"Bagaimana penyebarannya dan berbagai hal yang harus kita antisipasi dan sebagainya itu."
"Dia kalah cepat dengan yang namanya sebaran hoaks," terang Melki.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah merilis kasus hoaks terkait virus corona.
Jumlah kasus hoaks tersebut mencapai 54 konten.
Melki lantas menjelaskan soal kerja Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pihak terkait untuk menghadapi wabah virus corona ini.
"Apa yang sudah dibuat itu justru pada saat ini muncul di China itu pemerintah sudah bekerja sebenarnya."
"Yakni dengan mulai memasang thermal scanner disemua pintu masuk," katanya.
Selain itu, Melki mengaku di bawah Kemenkes semua pihak bekerja dengan cepat dalam melakukan tindaklanjut soal suspect virus corona di Indonesia.
"Kemudian juga setiap orang yang teridentifikasi terduga atau suspect corona itu langsung dicek, dibawa ke rumah sakit terdekat," katanya.
Menurut Melki, Indonesia sudah punya kemampuan dan pengalaman dalam menghadapi wabah SARS sebelumnya.
"Itu membuat kita punya pengalaman untuk urusan penanganan semacam ini.
Melki mengatakan, ada masalah komunikasi yang tidak terlalu baik dari Kemenkes kepada publik.
"Ini mesti dijelaskan kepada publik dan publik juga konfiden gitu tenang menghadapi ini semua."
"Bahwa ada novel coronavirus itu satu aspek, tapi respons publik terhadap urusan ini, itu sudah urusan komunikasi publik," terangnya.
Lebih lanjut, Melki menjelaskan soal keterlambatan informasi yang diberikan Pemerintah Pusat soal evakuasi WNI di Natuna.
Diketahui, pemilihan Natuna sebagai tempat karantina 238 Warga Negara Indonesia (WNI) menuai polemik baru.
Pasalnya, warga Natuna menolak karantina dilakukan di wilayah mereka.
Hal tersebut lantaran, mereka ketakutan soal kemungkinan terpapar virus corona.
Selain itu, mereka menilai pemilihan Natuna sebagai tempat karantina terlalu mendadak.
Pasalnya, warga Natuna mengaku tidak memperoleh informasi atau sosialisasi dari pemerintah soal karantina tersebut.
Menurut Melki, keputusan pemilihan Natuna sebagai tempat karantina dilakukan secara cepat.
Pasalnya, China hanya akan mengizinkan orang keluar dari negaranya pada waktu tertentu.
"Mengambil orang kan tergantung isolasi di Wuhan dibuka kan," kata Melki.
"Nah justru ketika di Wuhan dibuka isolasi itu saya kira kita harus apresiasi Menteri Luar Negeri dan Dubes di China, mereka bekerja cepat sekali," tambahnya.
Lantaran kecepatan tersebut, menurut Melki, timbul persoalan kesalahpahaman informasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Ada virus corona di Wuhan, WNI mau dipulangkan, nah mungkin komunikasi itu yang macet," katanya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)