Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Jubir Gus Dur Samakan Logika Risma dan Yasonna Laoly: Wajar Dikritik, Masyarakat Sudah Enek

Adhie Massardi samakan logika berpikir Tri Rismaharini dan Menkumham Yasonna Laoly saat campuri kasus Harun Masiku, sebut masyarakat sudah muak.

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Mantan Jubir Gus Dur Samakan Logika Risma dan Yasonna Laoly: Wajar Dikritik, Masyarakat Sudah Enek
YouTube Talk Show tvOne
Mantan Juru Bicara Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie Massardi, menyebut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini harus menerima kritikan meski berupa kata kasar. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Juru Bicara Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie Massardi, menyamakan logika berpikir Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Persamaan Adhie terkait dengan Risma yang menanggapi hinaan terhadap dirinya dan Yasonna yang ikut mengurus persoalan PDIP, di mana keduanya sama-sama menyebut atas nama pribadi.

Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkapkan Adhie dalam APA KABAR INDONESIA MALAM yang diunggah di YouTube Talk Show tvOne, Rabu (5/2/2020).

Adhie menganggap laporan Risma terhadap Zikria Dzatil yang sudah menghinanya ke polisi tidak pantas, meski atas nama pribadi.

Ia membandingkan dengan Yasonna yang datang ke konferensi pers PDIP terkait kasus dugaan suap yang menyangkut eks caleg PDIP Harun Masiku.

Posisinya sebagai Menkumham dianggap melanggar etik lantaran ikut campur urusan partainya.

"Dan dia (Risma) bilang atas nama pribadi, nah ini kan juga apa bedanya dengan cara berpikir Yasonna Laoly yang kemarin datang ke DPP atas nama pribadi, bukan atas nama Menkumham?" tanya Adhie.

Zikria Dzatil (kiri), Walikota Surabaya Tri Rismaharini (kanan)
Zikria Dzatil (kiri), Walikota Surabaya Tri Rismaharini (kanan) (Kolase/Tribun Jatim/Kompas.com)
Berita Rekomendasi

Adhie menyebut seharusnya pejabat publik tidak bisa memisahkan diri dengan embel-embel atas nama pribadi.

"Padahal pejabat publik itu 24 jam sebagai pejabat publik," tegas Adhie.

"Misalnya, kalau saya pejabat publik, saya bupati misalnya, lagi jalan-jalan tengah malam, kemudian jatuh, mati. Siapa yang mati? Ya bupati itu kan, bukan pribadi," terangnya.

Bagi Adhie, pejabat publik akan selalu menjadi pejabat publik dalam kehidupan sehari-harinya.

"Jadi selama 24 jam itu kehidupan pejabat publik ya harus harus tetap menjadi pejabat publik, melekat statusnya 100 persen di dalam hidupnya, di dalam kesehariannya," terang Adhie.

Adhie menganggap wajar semakin banyak masyarakat yang melontarkan kritikan kepada pejabat lantaran muak dengan kinerja mereka.

"Kenapa ada pengaduan-pengaduan? Ada kritik-kritik yang sangat keras dari masyarakat kepada banyak pejabat publik," kata Adhie.

"Karena masyarakat juga sudah enek, sudah muak lihat para pejabat kita yang bisanya sumpah-sumpah, marah-marah, tapi kemudian menjarah, kemudian mau ditangkap, lari," imbuhnya.

Adhie menganggap instrumen ketatanegaraan baik pemerintah maupun DPR yang harusnya bisa mengontrol tidak berfungsi dengan baik sehingga wajar ada banyak kritikan.

Baca: Risma Tersinggung Dihina Kodok, Adhie Massardi: Gus Dur Pernah Dibilang Genderuwo oleh Inayah

Adhie Ceritakan Ejekan Inayah ke Gus Dur

Adhie mengaku sempat membaca berita di media massa, rasa kesal Risma terhadap hinaan kodok lantaran menganggap hinaan itu juga diperuntukkan orang tuanya.

Menurut Adhie, tindakan Risma itu kurang pantas lantaran sebagai pejabat publik malah melibatkan keluarganya.

"(Risma) menyatakan bahwa dia tersinggung karena dibilang kodok. Bukan hanya dianya sendiri yang tersinggung, tapi juga dia membayangkan bapaknya juga berarti kodok," ujar Adhie.

"Nah ini kan berarti sudah sebagai pejabat publik sudah melibatkan keluarga. Berarti kalau dia dihina, keluarganya dihina," kata Adhie.

Adhie kemudian membandingkan pemikiran Risma itu dengan bercandaan di keluarga Gus Dur.

Melihat penampilan Inayah yang kerap dianggap nyeleneh, sang ibu, Sinta Nuriyah menyebut putrinya itu seperti genderuwo.

"Nah saya ingin mengingatkan logika berpikir Bu Risma ini dengan dulu Bu Nuriyah," kata Adhie.

"Bu Nuriyah di istana lihat Inayah waktu itu kan pakai rambutnya warna-warna itu, Bu Sinta bilang 'Kamu itu kayak anak genderuwo'."

Mendengar ejekan dari sang ibu, Inayah pun menganggap sebutan genderuwo berarti juga tertuju untuk ayahnya.

Inayah pun secara tak langsung menyebut sang ayah berarti juga genderuwo.

Adhie merasa heran mengapa logika dalam bercandaan semacam ini digunakan Risma untuk melaporkan Zikria Dzatil ke polisi.

"Kemudian Ina bilang sama bapaknya 'Pak, Bapak dikatain genderuwo nih' 'Loh kok gitu?' 'Lah, Ibu bilang saya adalah genderuwo, berarti Bapak genderuwo'," ungkap Adhie.

"Kenapa sih logika bercandaan seperti itu dipakai untuk mengadukan ini kepada kepolisian?" tanya Adhie heran.

Menurut Adhie, tidak sepantasnya Risma sebagai pejabat publik melaporkan orang yang sudah menghinanya meski laporan itu atas nama pribadi.

Baca: Sebut Risma Baper dan Lapor ke Ombudsman, Mantan Jubir Gus Dur Minta Kapolri Idham Azis Lakukan Ini

Adhie Sebut Risma Baper

Adhie mengungkit, Ombudsman dirancang oleh Gus Dur dan seharusnya bisa untuk mengontrol perilaku pejabat.

Namun, menurut Adhie, yang terjadi malah para pejabat memanfaatkan adanya UU ITE, yang mana media sosial memang kerap digunakan untuk sarana melontarkan kritikan.

"Bisa dijelaskan tuntutan kepada Ombudsman? Dan ini sebenarnya Bu Risma melaporkan si pelaku, Zikria, atas nama pribadi, bukan sebagai pejabat publik," ujar presenter Putri Viola.

"Ombudsman dulu didesain oleh Gus Dur tahun 2000 itu untuk mengontrol perilaku pejabat publik," jawab Adhie.

"Nah, saya melihat sejak munculnya Undang-undang ITE, banyak sekali pejabat publik yang mengadukan atas nama pencemaran nama baik," sambungnya.

Adhie menyebut seharusnya pejabat seperti Risma sudah menyerahkan hatinya untuk rakyat dan tahan hinaan.

Bahkan Adhie menganggap para pejabat harusnya tahan banting meski hinaan yang didapat berupa kata kasar.

Jika pejabat tak tahan dengan kritikan atau hinaan kasar, Adhie menyebut lebih baik tak usah menjadi pejabat.

"Padahal menurut saya, pejabat publik itu memang dipilih oleh publik sehingga hatinya harus 100 persen untuk publik," jelas Adhie.

"Jadi ketika publik bermasalah atau dia sempat menghina atau mengkritik, ya dia terimalah sebagai bagian dari kritik, apapun bentuknya," sambungnya.

"Walaupun mungkin agak kasar dan sebagainya?" tanya Putri.

"Tidak masalah. Ya itu konsekuensi dari pejabat publik. Jadi kalau tidak mau dihina, tidak mau dikritik ya jangan jadi pejabat publik," jawab Adhie.

Adhie menganggap profesi sebagai pejabat publik sudah memiliki banyak keistimewaan dalam hidup sehingga hendaknya memaafkan orang yang menghinanya.

"Karena pejabat publik itu, pahalanya besar, dan kalau dia mengurus rakyat dengan benar pahalanya juga besar," terang Adhie.

"Dapat privilege, keluarganya juga dapat privilige. Itulah sebabnya memberi maaf kepada pengritiknya apapun bunyinya itu enggak ada masalah," imbuhnya.

Menurut Adhie, wajar-wajar saja kritikan dilontarkan orang seperti Zikria Dzatil lantaran kehidupan zaman sekarang memang tak bisa dilepaskan dari gadget atau media sosial.

"Era milennial saya perhatikan di masyarakat itu antara otak, hati, dan jari itu sudah menyatu dengan gadget," kata Adhie.

Berikut video lengkapnya:

(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas