Nadirsyah Hosen Kritik Twit Jokowi soal Pemulangan WNI Eks ISIS, Ini Pesan Gus Nadir untuk Presiden
Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS tuai kritikan dari berbagai kalang
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS tuai kritikan dari berbagai kalangan.
Termasuk dari Tokoh NU yang menjadi dosen di Australia, Nadirsyah Hosen atau yang akrab disapa Gus Nadir.
Sebelumnya lewat akun Twitter resminya, @jokowi mengatakan dirinya secara pribadi tidak setuju dengan pemulangan para WNI tersebut.
"Soal WNI eks organisasi ISIS yang dikabarkan hendak kembali ke Tanah Air, para wartawan bertanya ke saya: bagaimana dengan mereka yang telah membakar paspornya"
"Kalau saya saja sih, ya saya akan bilang: tidak. Tapi tentu saja, ini masih akan dibahas dalam rapat terbatas" tulis @jokowi.
Gus Nadir kepada Tribunnews mengatakan, cara Jokowi sebagai perwakilan dari pemerintah dalam menyampaikan infomasi kepada masyarakat perihal WNI eks ISIS ini sangat buruk.
"Komunikasi publik pemerintah soal WNI eks ISIS itu jelek sekali," katanya, Jumat (7/2/2020).
"Dimulai dari pernyataan menteri yang sehari kemudian meralat penyataannya sendiri, pernyataan menteri yang beropini secara pribadi, sampai presiden pun bicara opininya secara pribadi," imbuh Gus Nadir.
Dosen di Monash University Faculty of Law ini menilai, seharusnya pejabat sekelas menteri bahkan presiden sewajarnya mampu membedakan mana opini pribadi dengan kebijakan pemerintah.
Masyarakat memiliki keinginan supaya setiap informasi yang disampaikan oleh pejabat negera memiliki dasar kepastian.
"Jangan sesama pejabat pemerintah saling sahut atas dasar sikap atau opini pribadi. Mereka pejabat tapi bersikap seperti pengamat," kata Gus Nadir.
Gus Nadir meminta kepada pemerintah untuk berhati-hati ketika memberikan pernyataan di hadapan publik.
"Kalau belum ada keputusan resmi dari pemerintah, pejabat baik menteri atau presiden jangan melempar opini ke publik."
"Lebih baik satu suara, masih kami kaji. Selesai. Tidak perlu menyatakan opini pribadi mereka ke publik," tegasnya.
Baca: Presiden Jokowi Optimis Tekan Angka Stunting Turun Hingga 14 Persen
Bahaya Pejabat Negara Beropini di Hadapan Publik
Gus Nadir berpandangan apa yang dilakukan Presiden Jokowi soal WNI eks ISIS akan memunculkan kebingungan di tengah masyarakat.
Selain itu, kepemimpinan mantan Wali Kota Solo ini juga turut dipertanyakan.
Terlebih ketika pernyataan tersebut berbeda dengan hasil rapat terbatas kabinet.
"Kenapa Presiden tidak bisa menjadikan sikap pribadinya sebagai sebuah kebijakan pemerintahan yang dia pimpin?"
"Siapa yang mengendalikan presiden? Pertanyaan nakal itu akan muncul di publik akibat komunikasi politik yang buruk ini," ucap Gus Nadir.
Ia menyarankan untuk pemerintah bisa lebih berhati-hati ketika di hadapan publik.
"Presiden juga bisa dinilai mengambil ancang-ancang untuk mencari selamat sendiri. Sikap pribadi beliau mungkin sesuai dengan keinginan publik."
"Tapi boleh jadi kebijakan resmi pemerintah tidak disukai publik. Presiden bisa cuci tangan dari kritikan. Ini berbahaya," kata dia.
Selain berdampak kepada Presiden Jokowi, keraguan juga akan muncul di antara orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Bisa jadi kebijakan yang diambil berbeda dengan sikap pribadi presiden.
"Anak buah di lapangan jadi ragu mengeksekusi sebuah kebijakan. Sekali lagi, Presiden tidak boleh berwacana pribadi. Beliau bukan pengamat. Beliau seorang pemimpin bangsa," ujar Gus Nadir.
Baca: Pasca Tetapkan Joko Tirto Tersangka Jiwasraya, Kejagung Lanjutkan Penyidikan dan Pemeriksaan Saksi
Saran untuk WNI eks ISIS
Gus Nadir menyarankan sebelum pemerintah membeberkan rencananya terkait WNI eks ISIS, infomasi tersebut harus memiliki kejelasan.
Sehingga masyarakat tidak dibuat gaduh atas kebijakan tersebut.
"Misalnya, jika menolak kepulangan WNI eks ISIS, paparkan argumentasi dan alasannya secara konkrit, dan apa langkah pemerintah berikutnya menghadapi konsekuensi pilihan ini," katanya.
Begitu pula sebaliknya, saat pemerintah memutuskan untuk menerima kepulangan dari WNI ini.
Pemerintah perlu memiliki strategis yang tepat, sehingga mereka bisa diterima kembali oleh masyarakat.
"Mereka mau dikarantina di mana, apa program deradikalisasi yang akan dilakukan, berapa lama, siapa penanggungjawabnya, apa sudah dihitung risiko dari keputusan ini, dan seterusnya," ucap Gus Nadir.
Terakhir ia berharap kepulangan WNI eks ISIS bukan hanya sekadar wacana.
Hal ini mengingat pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.
"Menghadapi eks teroris saja pemerintah kelimpungan. Mengurusi eks HTI saja gak jelas sikap pemerintah"
"Bagaimana rakyat bisa diyakinkan, pemerintah punya rencana yang serius, strategis dan taktis menghadapi eks ISIS. Ini tantangan terbesarnya," tutupnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)