Komnas HAM Sebut WNI eks ISIS Berhak Dipulangkan, Pengamat Terorisme Himbau Pemerintah Berhati-hati
Polemik pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS masih menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menanggapi polemik pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS.
Menurutnya status mereka masih WNI dan berhak untuk dipulangkan.
"Statusnya adalah WNI dan konstitusi kita menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan ya silahkan dipulangkan," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Senin (10/2/2020).
Choirul Arifin mengatakan pemulangan WNI eks ISIS harus melalui berbagai macam syarat dan dilakukan kategorisasi.
"Tapi memiliki syarat pemulangannya itu. Syaratnya apa, diteliti dengan sangat baik, mana yang combatan (petempur) mana yang campaigner (juru kampanye) mana yang agitator (penghasut) mana yang ideolog dan lain sebagainya."
"Mana yag dulu melakukan kekerasan dan mana yang terpapar saja harus ada kategorisasi," ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Terorisme UI Ridlwan Habib menyatakan tidak ada jaminan bagi WNI eks ISIS untuk tidak melakukan terorisme lagi jika dipulangkan kembali ke Indonesia.
Ia menyamakan isu ini dengan narapidana yang sudah dibebaskan dari penjara.
Baca: Akan Dipulangkan ke Indonesia? Anggota ISIS Harus Ucapkan Janji Setia kepada NKRI
"Faktanya ada juga mantan napi yang tidak berhasil sembuh, yang kemudian justru mantan napi begitu dia keluar dari penjara walaupun sudah menandatangani pembebasan bersyarat dia justru bermain lagi, mengebom lagi," ungkapnya.
Menurutnya pemerintah harus berhati-hati dalam memutuskan pemulangan WNI eks ISIS.
"Ini yang saya kira harus hati-hati kalau mengambil opsi dipulangkan atau dire-radikalisasi dalam negeri," imbuhnya.
Polemik pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS masih menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat.
Hingga kini pemerintah belum mengadakan Rapat Terbatas untuk membahas permasalahan ini.
Ali Mochtar Ngabalin sebagai Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden mengungkapkan jika isu tersebut masih dikaji oleh pemerintah.