Muncul Opsi Ketiga Solusi Polemik Pemulangan WNI Eks ISIS, Komnas HAM Harap Ma'ruf Amin Turun Tangan
Opsi Ketiga Penyelesaian Polemik WNI eks ISIS Mencuat, Komnas HAM Berharap Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin turun tangan
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Pro dan kontra isu pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS terus bergulir.
Ada yang setuju dipulangkan dengan catatan dan juga sebaliknya, menolak secara tegas.
Pengamat Terorisme Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, mengatakan langkah pemerintah baik memulangkan atau tidak sama-sama memiliki risiko.
Jika wacana kepulangan benar direalisasikan, maka ada segudang pekerjaan rumah yang masih dimiliki Pemerintah Indonesia.
Ridlwan membeberkan saat ini program deradikalisasi dari pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) belum siap menerima WNI eks ISIS.
Ia mencontohkan adanya mantan narapidana teorisme yang masih melakukan aksi teror.
"Apalagi nanti ditambah 600 WNI itu," katanya seperti dikutip Tribunnews dari YouTube KompasTV, Senin (10/2/2020).
Ridlwan melanjutkan, jika pemerintah mengambil langkah untuk tidak memulangkan masalah tetap menghantui Indonesia.
Baca: Presiden Jokowi Tidak Perlu Ratas Eks-WNI Anggota ISIS
Menurutnya kamp-kamp Al-Hol tempat tinggal WNI eks ISIS di Suriah akan segera ditutup oleh otoritas setempat pada Maret 2020 mendatang.
"Orang-orang ini akan menjadi liar. Bisa merembes pulang menggunakan jalur-jalur tikus untuk masuk Indonesia," lanjut Ridlwan.
WNI eks ISIS akan menjadi acaman bagi keamanan negara.
Tidak dipulangkannya mereka, Pemerintah Indonesia juga akan mendapat kecaman dari publik Internasional.
"Pemerintah akan diperang secara politik, dianggap menelantarkan oleh HAM Internasional misalnya. Padahal kalau dipulangkan pemerintah masih belum siap," tegas Ridlwan.
Baca: Sebelum Dipulangkan, Pengamat Minta WNI Eks ISIS Diidentifikasi Tingkat Bahaya & Disumpah Setia NKRI
Solusi Ridlwan yang ditawarkan
Sebagai akademisi, Ridlwan memberikan opsi ketiga dari pro dan kontra pemulangan WNI eks ISIS ini.
Ridlwan menyarankan pemerintah tetap memulangkan mereka dengan berbagai catatan.
Seperti membuat identifikasi prioritas WNI mana yang dipulangkan atau tidak.
"Kami dari akademisi menawarkan opsi ketiga dari pro dan kontra ini."
"Yakni memulangkan anak-anak di bawah 10 tahun dan wanita lemah," kata Ridlwan.
Ia berpandangan dua kelompok ini masih dimungkinkan untuk dilakukannya rehabilitasi secara psikologis.
Serta meminimalisir perdebatan yang dapat ditimbulkan di tengah-tengah masyarakat.
Ridlwan menambahkan, dalam keanggotaan ISIS baik wanita maupun pria memiliki kesamaan baik dalam pemahaman ideologi maupun skill berperang .
Baca: Nadirsyah Hosen Kritik Twit Jokowi soal Pemulangan WNI Eks ISIS, Ini Pesan Gus Nadir untuk Presiden
"Wanita nggak lemah, di ISIS itu wanita dan pria sama militannya, kemampuan mereka sama," bebernya.
Untuk itu, Ridlwan meminta pemerintah melakukan identifikasi secara menyeluruh terhadap WNI-WNI ini.
"Misalkan kriteria wanita lemah itu dia sakit parah, atau usia diatas 50 sudah ada usia lanjut."
"Sedangkan untuk anak dibawah 10 tahun. Karena anak-anak di sana yang 14 tahun sudah besar dan bisa nembak, membongkar senapan mesin hingga membuat bom," kata Ridlwan.
Ridlwan menjelaskan opsi ketiga dengan memulangkan WNI eks ISIS yang berusia di bawah 10 tahun dan wanita lemah berdasarkan data yang ia peroleh.
"Kami menimbang data-data dan situasi di internal kementrian, lintas kementerian, dan BNPT sangat belum siap jia menerima semuanya."
"Tapi kemudian diterima secara selektif yang masih dimungkinkan dilakukan rehabilitasi," tandasnya.
Untuk itu pemerintah harus segera mempersiapkan tambahan tenaga terdiri dari satgas, dari komisi perlindungan anak, hingga psikolog handal.
"Sehingga mampu mengubah psikologi anak pascakonflik," imbuh Ridlwan.
Komnas HAM Berharap Wapres Turun Tangan
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Choirul Anam, berharap Wakil Presiden Ma'ruf Amin bersedia menangani permasalahan pemulangan WNI eks ISIS.
"Kami meyakini apa yang dihadapi oleh BNPT itu berat, oleh karenanya kami mendorong."
"Kenapa tidak diambil alih oleh Wapres misalnya," jelas Anam, dikutip Tribunnews.com dari Youtube Talk Show tvOne pada Senin (10/2/2020).
Anam menganggap, Ma'ruf Amin mampu untuk mengorganisir berbagai kelompok keagamaan.
Hal itu dilakukan untuk penyelenggaraan deradikalisasi.
Namun, Anam menjelaskan hal terpenting yakni identifikasi seberapa besar pengaruh ideologi dan faham WNI eks ISIS.
"Iya profiling lagi, tapi harus semuanya," jelasnya.
Baca: Presiden Jokowi Tidak Perlu Ratas Eks-WNI Anggota ISIS
Menanggapi pemulangan WNI eks ISIS harus mengutamakan anak-anak dan wanita lemah, Anam menjelaskan Komnas HAM juga memiliki identifikasi sendiri.
Anam menjelaskan identifikasi pada Komnas HAM yakni berdasar apakah dia kombatan, agitator, perekrut, atau orang yang terpapar.
"Di Komnas HAM ada identifikasi, namun bukan karena mereka anak-anak atau wanita, tapi apakah dia kombatan, agitator, perekrut, atau orang yang terpapar," jelasnya.
Menurutnya, menyangkut anak-anak sudah ada treatment sendiri, khususnya bagi kombatan, perekrut, memang harus diadili.
"Di dunia sudah dikenal tentara anak-anak, itu ada treatment sendiri, untuk yang perekrut, kombatan, itu harus diadili," jelasnya.
Anam menjelaskan sebenarnya Indonesia telah memiliki peraturan terkait WNI yang pergi keluar negeri dan terlibat dalam terorisme.
"Dalam Perubahan UU Penanganan Terorisme tahun 2018, pasal 12A dan 12B sudah jelas bahwa WNI yang pergi keluar negeri dan bergabung organisasi terorisme dihukum hingga 15 tahun."
"Peraturan ini dibuat dari pengalaman adanya ISIS," jelasnya.
Selanjutnya menurut Anam, pasca-identifikasi harus segera diadili, jangan dibiarkan.
"Kalau dibiarkan pasti akan terus berulang," ungkapnya.
Baca: Soal Pemulangan WNI Eks ISIS, Analis Terorisme Sebut Pemerintah Belum Siap hingga Tawarkan Opsi Lain
Selain itu, Anam menjelaskan minimal jika setiap hari anak-anak melihat tindakan kekerasan, maka harus dipulihkan kembali kondisi psikologisnya.
"Mimimal anak-anak yang setiap hari melihat kekerasan, kita harus memulihkan kembali kondisi sikologinya."
"Meski kita tahu biasanya anak-anak juga dilatih senjata," jelasnya.
Anam menjelaskan bahkan di PBB ada satu instrumen spesifik terkait cara memperlakukan anak-anak eks kombatan.
"Jadi anak-anak dianggap sebagai tentara anak-anak, tapi tetap dibedakan dengan orang dewasa," katanya.
Anam juga menambahkan saat ini yang terpenting adalah mengambil keputusan.
"Apakah mereka (eks ISIS) dibiarkan berkeliaran, atau di-take over oleh Indonesia," ungkapnya.
Menurutnya dalam perdebatan terkait status WNI atau bukan masih ada tidaknya peluang yang masih terbuka.
Hal tersebut diambil semuanya kemudian diidentifikasi dan diseleksi semuanya.
"Sehingga nantinya Indonesia tahu siapa mereka, identitasnya di mana, kemudian menutup jalur-jalur tikus yang mereka lalui," jelasnya.
Menurut Anam jika jalur-jalur tikus dibiarkan terbuka, maka akan lebih mengancam.
Menurut Anam, Komnas HAM mendorong untuk mengidentifikasi dan mengambil alih agar bisa terkontrol sehingga ada pengawasan.
"Wapres yang harus meng-handle permasalahan ini," tegasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan/Fajar)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.