Pengamat Terorisme Sebut Eks ISIS Gampang Bohong, Korban Terorisme: Berat Menerima, Trauma Masih Ada
Wacana pemulangan lebih dari 600 WNI eks ISIS ke Tanah Air menuai polemik dan perdebatan banyak pihak.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Wacana pemulangan lebih dari 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke Tanah Air menuai polemik dan perdebatan banyak pihak.
Meski belum ada keputusan dari pemerintah soal wacana tersebut, namun banyak pihak yang menolak pemulangan WNI eks ISIS tersebut.
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib mengingatkan pemerintah, bahwa terkait dengan ideologi yang dianut ISIS, merupakan hal yang sulit dideteksi.
Apalagi di Indonesia belum ada prosedurnya.
"Misalnya ada juga kasus mantan napi yang tidak berhasil sembuh."
"Yang kemudian justru mantan napi begitu keluar dari penjara walaupun dia sudah menandatangani pembebasan bersyarat, dia justru kemudian bermain lagi, mengebom lagi," ujar Ridlwan seperti dikutip Tribunnews.com dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Senin (10/2/2020).
Menurutnya, Eks ISIS tidak bisa hanya sekedar menulis surat pernyataan di atas kertas pro-NKRI.
Namun, ISIS juga punya doktrin taqiyah atau berpura-pura di depan musuh.
Atau dengan kata lain, eks ISIS ini mudah untuk berbohong.
"Ini yang saya kira harus hati-hati ketika mengambil opsi dipulangkan atau dideradikalisasi di dalam negeri," terang Ridlwan.
Sementara itu, bagi korban bom teroris, yang dilakukan para anggota ISIS, pemulangan WNI eks ISIS bisa menyebabkan trauma mereka tidak pulih.
Baca: Soal Pemulangan 600 WNI Eks ISIS, Ngabalin: Makan Itu Kau Punya Paspor
Baca: Tolak Pemulangan WNI eks ISIS, Ali Ngabalin: Sudah Sebut Negara Ini Thoghut, Kafir, Bakar Paspor
Seperti yang diungkapkan korban bom gereja di Surabaya yang keberatan dengan wacana pemulangan ratusan WNI eks ISIS ke Indonesia.
Korban ledakan bom di gereja Santa Maria Tak Bercela pada Mei 2019 lalu, Ipda Ahmad Nurhadi mengaku masih trauma.
"Kalau melihat kejadian yang saya alami saat ini, sebetulnya berat menerima ya, karena rasa trauma masih ada," kata Nurhadi.