Polemik Pemulangan WNI Eks ISIS, Komnas HAM Sebut Harus Ada Indentifikasi: Kalau Terpapar Ya Diadili
Pemulangan 600 WNI eks ISIS masih menuai kontroversi. Komnas HAM melakukan identifikasi itu melihat dari posisi apa yang diduduki WNI eks ISIS itu.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pemulangan 600 WNI eks ISIS sampai saat ini masih menuai kontroversi.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam pemulangan ini tidak sekedar di profiling terkait gender.
Pemulangan tidak harus diprioritaskan pada anak dan wanita lemah.
Akan tetapi, Komnas HAM melakukan identifikasi itu melihat dari posisi apa yang diduduki WNI eks ISIS tersebut.
"Di Komnas HAM mendorongnya juga identifikasi, identifikasinya itu apakah dia kombatan, agitator, campaigner, perekrut atau apakah dia memang orang yang terpapar," jelasnya dalam tayangan TVOne Senin (10/2/2020).
Menurutnya, bagi WNI yang ada di posisi berkaitan erat dengan aksi terorisme harus tetap diadili.
"Bagi yang kombatan sampai campaigner, perekrut dan sebagainya itu ya harus diadili."
Choirul juga berharap, problematika pemulangan eks ISIS ini bisa ditangani langsung oleh Wakil Presiden, Ma'ruf Amin.
Dia menilai, wapres bisa merangkul semua lini agama untuk melakukan penyembuhan pemahaman bagi eks teroris ini.
"Kami meyakini, apa yang diahadapi BNPT juga berat, oleh karenanya kami mendorong kenapa nggak diambil wapres misal penangannya."
"Dia bisa mengorganisir berbagai kelompok keagamaan untuk melakukan deradikalisasi," beber komisioner Komnas HAM ini.
Kendati demikian, Choirul menegaskan adanya identifikasi seberapa dalam pemahaman orang-orang tersebut terkait doktrin ISIS yang sudah dianutnya.
"Sekali lagi, identifikasi sejauh apa pengaruh ideologinya, pengaruh pahamnya dan setipis apa pengaruhnya," ujarnya.
WNI Eks ISIS Ingin Pulang karena Perbekalan Sudah Habis
Mantan teoris, Sofyan Tsauri membeberkan alasan para WNI tersebut ingin pulang.
"Beberapa bulan sebelum ini, saya dihubungi rekan di Suriah, bahwa di kota Idlib itu ada pengungsi yang mereka ingin pulang ke Indonesia."
"Karena suaminya sudah meninggal, mereka tidak punya paspor lagi mereka ingin pulang," jelas Sofyan dalam tayangan Talk Show TVOne pada Jumat (7/2/2020).
Bebeberapa di antaranya telah kehabisan perbekalan, guna menyambung hidup di lokasi tinggalnya.
"Mereka sudah kehabisan bekal dan uang, dan dalam kondisi yang mencekam."
"Hampir tiap hari pesawat dari Rusia dan Suriah membombardir kota Idlib itu," lanjutnya.
Namun, pemikiran dan doktrin yang dibawa oleh WNI eks ISIS ini meresahkan.
Sofyan juga membenarkan hal ini.
Dia menilai, ada kemungkinan para WNI alumni ISIS itu hanya bersandiwara agar dipulangkan ke Indonesia.
"Yang kita khawatirkan adalah pragmatisme atau oppoturnity ya, artinya mereka berpura-pura menyesal lalu mereka masuk, ini yang kita khawatirkan," ungkapnya.
Sebab ada beberapa kasus terkait WNI yang sudah dideportasi ke Indonesia.
Namun, mereka mengulangi kejadian yang sama, bahkan melakukan berani melakukan bom bunuh diri.
"Ada Ruli dan Ulfa, mereka 2017 ketemu saya di Kemensos, mereka dideportasi dari Turki."
"Akhirnya mereka 2019 melakukan bom bunuh diri di Filipina," cerita Sofyan.
Kejadian yang sama juga pernah terjadi di Medan.
Mantan teroris ini menceritakan, di Mapolda Sumatera Utara terjadi penyerangan oleh orang yang pernah dideportasi dari Turki ke Indonesia.
Terkait hal ini, Pengamat Teroris, Ridwan Habib mengatakan menyembuhkan ideologi seseorang itu memang sulit.
"Proses militasi ideologi itu tidak mudah," ujar Ridwan.
Mengubah kembali hasil doktrinan terkait kepercayaan terorisme, membutuhkan kerja ekstra dalam hal ini.
"Kalau ideologi itu waktunya tidak tentu, observasi mendalamnya butuh perhatian yang sangat mendalam dan khusus."
"Sampai hari ini Indonesia belum punya prosedur itu," ungkap Ridwan.
Setali tiga uang dengan Sofyan, Ridwan juga membahas kasus Rulli dan Ulfa.
Mereka berdua adalah eks anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Setelah sebulan direhabilitasi oleh Kementerian Sosial, pasangan suami istri itu menghilang.
"Ternyata tiba-tiba di mengebom di Filipina Selatan."
"Yang kemudian mempermalukan Indonesia karena penyerang gereja itu adalah WNI," ujar Ridwan.
PKS Minta Pemerintah Serius dengan Pemulangan WNI
Sebelumnya, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera meminta pemerintah menyiapkan proposal khusus penanganan terkait pemulangan WNI eks ISIS.
Diketahui, sejumlah 600 WNI eks ISIS itu diduga teroris lintas batas atau foreign terrorist fighter.
"Kalau mereka mau dipulangkan, harus jelas proposal penangannya."
"Karena sekali pulang tidak jelas penanganannya, yang terjadi malah berantakan," kata Mardani di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2020) dilansir dari Kompas.com.
Menurut Mardani, pemulangan 600 WNI ini tidak sekedar problematika agama.
Aspek lain seperti ekonomi, ideologi dan politik harus dilibatkan dalam proses karantina.
Mereka perlu dijaga dengan hati-hati untuk menghilangkan pemahaman radikal dan terorisme yang sudah dianut sebelumnya.
"Karena masalah ekonomi ada, masalah ideologi ada, masalah politik ini ada. Sebanyak 600 ini harus benar-benar dijaga," imbuh Mardani.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)Kompas.com/Tsarina Maharani)