Respons Komnas HAM Sikapi Keputusan Pemerintah Tolak Pemulangan 689 WNI Eks ISIS
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pemerintah tetap harus melakukan langkah penegakan hukum terhadap 689 WNI eks ISIS.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pemerintah tetap harus melakukan langkah penegakan hukum terhadap 689 WNI eks ISIS.
Diketahui pemerintah Indonesia memastikan menolak wacana pemulangan ratusan WNI eks ISIS tersebut.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengingatkan bahwa perbuatan mereka yang berusia dewasa dan terlibat dalam organisasi teroris merupakan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 pasal 12 A tentang pemberantasan tindak terorisme.
Bahkan mereka yang mengikuti pelatihan atau menjadi pelatih atau instruktur sebagaimana tercantum dalam pasal 12 B juga diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Baca: Tegas, Ali Ngabalin soal WNI Eks ISIS: Pemerintah Tak Sedikitpun Ingin Pulangkan Makhluk-makhluk Ini
Karenanya ia menilai keputusan untuk tidak memulangkan 689 WNI eks ISIS tersebut bertentangan dengan kedua pasal dalam undang-undang tersebut.
"Terpenting kita mesti melakukan langkah penegakan hukum bagi mereka. Pisahkan antara yang kombatan baik pria maupun wanita dengan yang bukan kombatan. Kalau kombatan, itu pidana. Pakai hukum nasional atau hukum internasional. Kan langkahnya penegakan hukum, kecuali pada anak," kata Taufan ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (11/2/2020).
Ia pun mempertanyakan langkah penegakan hukum selanjutnya yang akan diambil pemerintah setelah pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan 689 WNI eks ISIS dari Suriah.
Baca: Komisi I Sebut Keputusan Jokowi Tak Pulangkan 600 WNI eks ISIS Sudah Tepat
Menurutnya langkah pemerintah belum jelas terkait penegakan hukum terhadap mereka meskipun undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana terorisme telah menyatakan pemerintah harus melakukan langkah penegakan hukum kepada mereka.
"Kalau tidak memulangkan, lantas langkah pemerintah selanjutnya apa, terutama terkait penegakan hukum. Kita belum jelas pemerintah akan melakukan langkah apa untuk penegakan hukum terhadap mereka-mereka ini. Yang anak-anak bagaimana? Juga kurang jelas," kata Taufan.
Meski begitu, ia menyadari ada langkah lain yang bisa dilakukan terkait mereka yakni pemerintah ikut mendorong peradilan internasional untuk mereka terutama yang kombatan.
Baca: Said Aqil Bertemu Menlu Retno Marsudi, PBNU Tegaskan Tolak Pemulangan WNI Eks ISIS
"Terkait dengan argumen pemerintah yang menyebutkan bahwa jika mereka dipulangkan akan membuat 267 juta rakyat Indonesia merasa tidak aman, ia pun menilai selama ini ada kekeliruan dalam memahami penyelesaian persoalan tersebut dengan menggunakan kata "pemulangan".
Hal itu karena menurutnya membuat kesan seolah-olah pelaku tindak pidana terorisme bisa pulang begitu saja tanpa proses hukum yang berlaku.
"Jadi pemulangan bukan berarti lenggang kangkung begitu, tapi diproses secara hukum," kata Taufan.
Meski begitu, ia mengapresiasi langkah pemerintah yang akan memulangkan WNI berusia di bawah 10 tahun yang sudah tidak memiliki orang tua di Suriah.
"Itu bagus," kata Taufan.
Pemerintah Putuskan Tolak Wacana Pemulangan 689 WNI Eks ISIS
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah mengambil keputusan menolak pemulangan 689 WNI eks ISIS.
Diketahui 689 WNI eks ISIS tersebut tersebar di beberapa daerah di antaranya Suriah, Turki, dan dibeberapa negara terlibat Petempur Teroris Asing (Foreign Terrorist Fighter/FTF)
Keputusan tersebut disampaikan Mahfud MD usai menggelar rapat yang di pimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (11/2/2020).
Baca: Sindir WNI Eks ISIS Ingin Tempuh Jalan Surga, Ali Ngabalin: Dia yang Pergi, Pemerintah yang Pusing
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF ke Indonesia," kata Mahfud MD.
Ia menjelaskan, keputusan itu diambil karena pemerintah dan negara wajib memberikan rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru termasuk teroris terhadap 267 juta rakyat Indonesia.
"Kalau FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," katanya.
Baca: Mantan Teroris Cerita Pengkhianatan WNI Eks ISIS yang Sudah Tobat: Dia Mau Tanda Tangan Kerjasama
Mahfud MD menyebut, pemerintah akan memastikan data valid jumlah dan identitas orang-orang yang terlibat terorisme, termasuk bergabung dengan ISIS.
"Bersama dengan itu akan di data yang valid tentang jumlah dan identitas orang-orang itu," jelasnya.
Akan repotkan aparat keamanan
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan aparat keamanan terutama Polri akan dibuat repot apabila pemerintah memutuskan memulangkan Warga Negara Indonesia yang pernah bergabung di Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Namun, kata dia, pemerintah wajib mengembalikan mereka ke tanah air daripada dibiarkan terlantar di negara lain.
"Memang, kembalinya eks Kombatan ISIS itu akan membawa persoalan baru bagi bangsa Indonesia, terutama dalam hal ancaman keamanan dimana Indonesia pernah bertubi-tubi mendapat serangan teror," kata Neta, dalam keterangannya, Selasa (11/2/2020).
Baca: Penerbangan Ditutup, 50 WNA China Ajukan Perpanjangan Izin Tinggal di Tangerang
Dia menilai keberadaan eks ISIS itu menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan apalagi dalam waktu dekat Bangsa Indonesia akan melangsungkan Pilkada Serentak di sejumlah daerah.
Untuk itu, Polri dan BNPT harus menaruh perhatian khusus. Di awal, kata dia, perlu mendata secara komperhensif seberapa banyak WNI yang bergabung dengan ISIS.
Selama ini, dia melihat, data masih simpang siur. Ada yang mengatakan 500 hingga 600 orang di Suriah dan ada yang mengatakan 500 orang lainnya masih tersebar di luar Suriah.
Baca: Refly Harun Tertawakan Pernyataan Ngabalin yang Ngotot Tolak WNI Eks ISIS: Tidak Usah Ada Presiden
"Adapun pelanggaran hukum yang dilakukan tetap harus diproses aparat penegak hukum di Indonesia. Polri tentu punya data-data lengkap tentang semua itu," kata dia.
Selain melakukan pendataan, menurut dia, Polri perlu menyiapkan strategi untuk melokalisir gerakan mereka agar aksi-aksi teror tidak terjadi sepulangnya mereka ke tanah air.
Dia menambahkan, Presiden Jokowi dan BNPT bersama Polri perlu membuat program baru deradikalisasi.
"Bangsa Indonesia sebenarnya punya kemampuan untuk melakukan program deradikalisasi tersebut," tambahnya.