Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

600 WNI Eks ISIS Gunakan Data CIA Amerika, Kenapa Tak Pakai Data BIN?

Sementara dalam rapat dengan Komisi I DPR kemarin, Kepala BIN Budi Gunawan membenarkan ada pertanyaan soal isu pemulangan WNI eks ISIS.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in 600 WNI Eks ISIS Gunakan Data CIA Amerika, Kenapa Tak Pakai Data BIN?
Twitter via Intisari Online
Algojo ISIS ini mengaku telah memenggal lebih dari 100 kepala manusia, per kepala dibayar Rp 172 juta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PKB Bidang Pertahanan dan Keamanan Yaqut Cholil Qoumas  alias Gus Yaqut mempertanyakan soal penggunaan data jumlah eks kombatan ISIS yang mengacu pada data CIA.

”Kenapa pakai data CIA? Kayak kita ini enggak punya lembaga inteligen saja. Kita ini punya BIN, kita punya BAIS. Menko Polhukam ngomong berdasarkan data yang diberikan CIA ada sekian ratus WNI yang jadi kombatan ISIS. Itu kan menurut saya ini kayak menafikan lembaga inteligen yang kita punya,” kata anggota Komisi II DPR RI ini di  Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).

Dia khawatir data yang disampaikan CIA bahwa ada sebanyak 689 WNI tergabung ISIS hanyalah data untuk permainan saja.

”Kita tahu lah, salah satu produsen terorisme kan Amerika. Jangan-jangan data ini data mainan saja? Ya kita nggak tahu karena ini yang ngomong CIA,” tuturnya.

Baca: Kekhawatiran Jokowi Bila WNI Eks ISIS Dipulangkan ke Indonesia

Menurutnya, akan lebih kredibel jika pemerintah menggunakan data hasil penelusuran intelijen sendiri.

”Kalau saya ngomong ada 600-an, jangan-jangan kalau menurut BIN lebih dari itu, bagaimana coba?” katanya.

Gus Yaqut mengatakan, dalam konteks ini pemerintah hanya mencoba ”memadamkan api”, namun tidak pernah mencari sumber apinya dimana sehingga upaya penanganannya selalu terlambat karena tidak ada upaya preventif yang serius.

BERITA REKOMENDASI

"Misalnya, pemerintah membatasi ruang gerak sumber ajaran radikal, yakni yang kita tahu adalah Wahabi dan Salafi. Ini tak diatasi. Kita bisa temui di BUMN-BUMN, misalnya, banyak pendakwah masih mengajarkan ajaran Salafi, Wahabi, ini sumber ajaran radikal. Ini tidak dilakukan dengan baik. Semestinya kan cari sebabnya, lalu diatasi,” tuturnya.

Gus Yaqut berharap dalam upaya melakukan deradikalisasi agar melibatkan peran serta masyarakat.

”Jangan menganggap deradikaliasasi dalam frame project. Ini kan ancaman serius, bukan hanya project. Kalau tak melibatkan masyarakat maka kita wajib mencurigai pemerintah pakai frame project,” katanya.

Penjelasan Kepala BIN

Sementara dalam rapat dengan Komisi I DPR kemarin, Kepala BIN Budi Gunawan membenarkan ada pertanyaan soal isu pemulangan WNI eks ISIS.


Budi Gunawan menegaskan langkah pemerintah tidak memulangkan sudah dijelaskan dalam Ratas di Istana Bogor, Selasa (11/2/2020) lalu.

"Pemerintah lebih memilih untuk melindungi keamanan segenap bangsa 267 juta jiwa warga bangsa Indonesia yang harus diprioritaskan, daripada memilih memulangkan yang kurang lebih jumlahnya 600 orang. Tentu ada risiko-risiko yang sudah diperhitungkan," kata Budi Gunawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/2/2020).

Terpisah, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menjelaskan pihaknya dengan BIN membicarakan berbgai aspek dan isu yang sedang ramai sekarang.

"BIN kan tugasnya deteksi dini, baik itu terkait isu-isu yg sekarang mengemuka tentang eks ISIS yang tak akan dipulangkan, virus corona, dan lain-lain," kata Meutya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas