Pengamat Sebut Anak WNI Eks ISIS di Atas 10 Tahun Sulit Direhabilitasi, Sudah Diajari Aksi Teror
Pengamat terorisme menyebut rehabilitasi ideologi untuk anak-anak warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS di atas 10 tahun sangat susah dilakukan
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah secara tegas telah memutuskan untuk tidak memulangkan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS ke Tanah Air.
Meski begitu, pemerintah masih mempertimbangkan opsi untuk memulangkan anak-anak WNI eks ISIS.
Pengamat terorisme, Ridlwan Habib memberikan tanggapan mengenai hal ini.
Menurutnya pemulangan anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun masih dapat dipertimbangkan.
Hal ini dikarenakan dalam rentang usia tersebut masih dapat dilakukan rehabilitasi pada ideologinya.
Pernyataan Ridlwan disampaikan dalam program PRIME TALK yang dilansir dari YouTube metrotvnews, Kamis (13/2/2020).
"Kalau asumsinya di atas 10 tahun menurut kami yang sehari-hari meneliti tentang kontra teror, rehabilitasi ideologinya susah sekali," kata Ridlwan.
Lebih lanjut Ridlwan mengatakan anak di atas 10 tahun telah memiliki kemampuan dalam melakukan aksi teror.
"Karena mereka bahkan sudah diajari bagaimana memegang pisau untuk memenggal kepala orang, merakit bom, dan memasang rompi di perutnya," jelasnya.
"Risikonya terlalu besar," imbuhnya.
Ia juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesa saat ini masih belum siap untuk melakukan deradikalisasi.
Ridlwan pun kemudian menyinggung terkait kasus sebelumnya, dimana WNI eks ISIS yang pulang ke tanah air yang kembali melakukan aksi teror.
"Orang yang pulang, deportan ya sebelum ini, masuk rehabilitasi satu bulan begitu keluar ngebom lagi, misalnya saja di Filipina," ujarnya.
Meski demikian, Ridlwan kemudian menyinggung terkait pemulangan anak-anak di bawah umur 10 tahun WNI eks ISIS ini.
Baca: Tolak Pemulangan WNI eks ISIS, Pengamat: Pemerintah Harus Antisipasi Risiko yang Mungkin Muncul
Baca: Jokowi Sebut ISIS eks WNI, Begini Penjelasan Pihak Istana: Presiden Konsisten
Menurutnya hal itu akan menjadi problem baru yang dihadapi pemerintah Indonesia.
Mengingat masuk di wilayah konflik tidaklah mudah.
"Tetapi nanti akan ada problem bagaimana mengambilnya (anak-anak) WNI eks ISIS," ujarnya.
"Otoritas Kurdi tidak bisa kita akui sebagai negara," imbuhnya.
"Kemlu tidak dapat dengan mudah masuk ke camp itu karena Suriah dan Turki akan marah," kata Ridlwan.
Menurutnya hal ini dikarenakan Kurdi telah dianggap sebagai pemberontak.
"Kalau Indonesia bernegosiasi dengan pemberontak akan dikecam oleh Turki dan Suriah," ungkapnya.
"Saya kira ini problem baru cara bagaimana membawa mereka pulang," imbuhnya.
Pemerintah Buka Opsi Pulangkan Anak-anak WNI Eks ISIS
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, pemerintah tetap membuka opsi memulangkan anak-anak dari WNI eks ISIS.
Namun Mahfud MD mengatakan opsi tersebut akan diberikan untuk anak-anak yang sama sekali tidak terpapar radikalisme dari orangtuannya.
Sehingga untuk dapat menentukan hal itu, Mahfud MD mengatakan pemerintah akan mengkajinya lebih dalam.
"Anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan tapi case by case," ujarnya yang dikutip dari Kompas.com.
"Ya lihat saja apakah ada orangtuanya atau tidak, yatim piatu (atau tidak)," imbuhnya.
Selai itu, menurut penuturannya pemerintah akan menelusuri terkait jumlah terbaru dari para WNI eks ISIS.
Baca: Narasumber Tak Ada yang Ngalah soal Polemik ISIS, Kata-kata Hikmahanto Juwana Buat Penonton Bersorak
"Pemerintah juga akan menghimpun data yang lebih valid tentang jumlah dan identitas tentang orang-orang yang dianggap terlibat bergabung dengan ISIS," kata Mahfud.
Berdasarkan data CIA (Central Intelegence Agency), ada 689 WNI eks ISIS yang tersebar di Suriah dan beberapa negara lainnya.
Sebanyak 228 ada identitas dan teridentifikasi.
Sisanya 401 tidak teridentifikasi.
"Sementara dari ICRP (Indonesia Conference on Religion and Peace) ada 185 orang," ujar Mahfud MD. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.