Antisipasi Kasus Nurhadi Kembali Terulang, Mahkamah Agung Tingkatkan Pengawasan
Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengawasan dan juga Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro menegaskan akan meningkatkan pengawasan di internal MA dan badan peradilan di bawahnya.
Upaya itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadi pelanggaran yang dilakukan aparat peradilan. Salah satu contoh kasus, yaitu mantan Sekretaris MA Nurhadi, yang terjerat perkara dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016.
"Kami berusaha meningkatkan. Mekanisme sudah ada tinggal melaksanakan, tinggal meningkatkan. Memang pada aparat pengadilan yang masih dibina kami bina. Memang yang tidak bisa dibina lagi ya dengan tegas kita tidak ada toleransi," kata Andi, ditemui di lingkungan MA, Jumat (21/2/2020).
Baca: Mahkamah Agung Tidak Akan Terlibat Cari Nurhadi
Untuk pengawasan di tingkat internal melibatkan badan pengawas. Sedangkan, untuk tingkat eksternal melibatkan pihak lain diantaranya Komisi Yudisial.
Dia menambahkan pihaknya berkoordinasi dengan pihak eksternal.
"Sudah ada mekanisme dan aturan itu dilaksanakan badan pengawasan sebagai pengawasan internal. Kami berpedoman pada aturan, peraturan bersama. Kami tetap menjaga harmonisasi apa yang jadi kewenangan KY silakan, kewenangan mahkamah agung silakan. Tidak alergi. Mau diawasi," tambahnya.
Untuk diketahui, di perkara dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016, KPK menetapkan eks Sekretaris MA Nurhadi; menantu Nurhadi, Riezky Herbiono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka. KPK belum melakukan penahanan terhadap ketiganya.
Baca: Disebut Tak Becus Cokok Nurhadi, KPK Bilang Itu Ngawur
Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.