Disebut Melanggengkan KDRT, Aktivis Perempuan Tolak RUU Ketahanan Keluarga
Oleh karena itu Mutiara menilai istri yang wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama pada Pasal 25 ayat (3) justru akan melanggengkan KDRT.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika Mutiara Ika menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga. Menurut Mutiara RUU tersebut melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Wacana RUU Ketahanan Keluarga harus ditolak karena mengabaikan pengalaman kekerasan perempuan yang terjadi di rumah dan dalam relasi personal," ujar Mutiara ketika dihubungi Tribun Network, Kamis (20/2).
Mutiara mengatakan data dan fakta KDRT yang dialami perempuan sama sekali tidak menjadi dasar pertimbangan dalam RUU Ketahanan Keluarga. Padahal, kata dia, catatan Komnas Perempuan 2019 menyebutkan angka kekerasan dalam rumah tangga atau dalam relasi personal masih menempati urutan tertinggi, yaitu sebesar 71 persen atau 9.637 kasus.
Oleh karena itu Mutiara menilai istri yang wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama pada Pasal 25 ayat (3) justru akan melanggengkan KDRT.
Baca: Kronologi Satu Keluarga di Bogor Tewas Tertimpa Tembok Saat Tidur
Baca: Draft RUU Ketahanan Keluarga Mengatur Pembagian Kamar Orangtua dan Anak
Baca: Wakil Ketua Komisi VIII DPR: Kami Belum Tahu Soal Substansi RUU Ketahanan Keluarga
"Pengukuhan peran suami sebagai kepala dan pelindung keluarga, sedangkan istri sebagai pengatur urusan rumah tangga dan yang kemudian wajib memenuhi hak suami sesuai norma agama akan melanggengkan KDRT itu sendiri," jelasnya.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian KDRT pada buruh perempuan oleh Perempuan Mahardhika pada 2019 lalu. Penelitian itu menyebutkan bahwa buruh perempuan korban KDRT memilih untuk bertahan dalam rumah tangga atau relasi personal yang penuh kekerasan. Bahkan dengan sukarela menanggung beban ekonomi pasangan agar pernikahan bisa tetap dipertahankan.
"Perlakukan kekerasan diterima sebagai bentuk pengabdian karena menganggap laki-laki adalah kepala keluarga yang harus dihormati," tandasnya.
Imbas ke Anggota DPR Perempuan
Aktivis perempuan Siti Musdah Mulia juga menyuarakan penolakan terhadap RUU Ketahanan Keluarga terutama Pasal 25 yang membahas kewajiban suami dan istri. Menurutnya RUU itu tak masuk akal dan membuat perempuan yang mencari nafkah terkena imbas.
Musdah mengatakan para anggota DPR perempuan yang mengusulkan RUU tersebut justru akan menjadi korban pertama jika RUU Ketahanan Keluarga disahkan.
"Yang mengusulkan ini kan perempuan dan anggota DPR, dia sendiri kan tidak tinggal di rumah. Lalu siapa yang mengurus kewajiban dia dirumah," ujar Musdah ketika dihubungi Tribun Network, Kamis (20/2).
Ia menyoroti para anggota DPR perempuan yang sering keluar rumah dan pergi bertugas ke luar negeri. Tentu, kata dia, mereka tak akan bisa memenuhi isi pasal tersebut karena tak mengurusi suami dan anak.
"Nah, kalau mereka anggota DPR itu pergi ke mana-mana, siapa yang mengurus rumah tangga mereka? Jadi katakaah RUU ini tidak berlaku atau tidak bisa digunakan oleh mereka yang membuat UU ini sendiri. Itu kan aneh. Betapa mereka menggunakan uang rakyat untuk membodohi rakyat," jelasnya.
Musdah turut menilai seluruh isi RUU Ketahanan Keluarga tak ubahnya ditujukan kepada para perempuan yang tidak memiliki pekerjaan dan kemampuan.