Berkaca dari Kasus Kakek Curi Getah, Jaksa Agung Minta Penuntutan Perhatikan Hati Nurani
"Jangan terulang lagi penuntutan pada Kakek pengambil getah di Simalungun yang dipenjara dua bulan," tambahnya
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin berharap saat menyusun penuntutan harus benar-benar memperhatikan hati nurani dan rasa keadilan masyarakat.
Pada Jaksa agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) yang baru, Sunarta, dia meminta segera dirumuskan kebijakan terkait diskresi penuntutan mengenai pengesampingan perkara pidana karena alasan tertentu.
Baca: Jaksa Agung Minta Jampidsus Baru Ali Mukartono Hati-hati Tangani Penyalahgunaan Dana Desa
"Tolak ukurnya antara lain jumlah kerugian yang kecil, usia terdakwa diatas 70 tahun dan sebagainya. Ini agar penuntutan benar-benar memperhatikan hati nurani dan rasa keadilan masyarakat. Tidak berdasarkan penilaian yuridis formil atau keadilan formal semata melainkan berpijak pada keadilan substansial," tegasnya, di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2020).
Ke depan, Jaksa Agung ST Burhanuddin berharap tidak ada lagi kejadian penuntutan perkara seperti pencurian getah sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Simalungun.
"Jangan terulang lagi penuntutan pada Kakek pengambil getah di Simalungun yang dipenjara dua bulan," tambahnya.
Seperti diketahui peristiwa kakek Samirin (69) di Simalungun mencuat karena dipenjara selama dua bulan hanya lantaran mengambil sisa getah karet seharga Rp 17.400.
Baca: Larangan di Pengadilan, ICJR: Ini Bentuk Kesewenang-wenangan Mahkamah Agung
Dia dinyatakan bersalah atas pencurian yang dilaporkan salah satu perusahaan perkebunan swasta di Simalungun, Sumatera Utara.
Kasus ini menjadi perhatian masyarakat luas termasuk anggota Komisi III DPR, Hinca panjaitan. Hinca mengajukan diri sebagai penjamin agar terdakwa bisa bebas dari jerat hukum.