Talkshow Omnibus Law Alumni Unpar Berlangsung Meriah dan Substantif
Acara ini dihadiri alumni Unpar dari berbagai fakultas dan angkatan. Acara semakin meriah dengan host pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Draft, kerangka dan isi Omnibus Law disusun dan dibuat berdasarkan masukan dari 31 kementerian yang kemudian dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
Sementara itu, Satgas Omnibus Law mewadahi pemerintah dan dunia usia.
Di dalam Satgas itu ada 31 perwakilan kementerian, 40 asosiasi bisnis dan para pemangku kepentingan lainnya.
Demikian disampaikan Ketua Satgas Omnibus Law, Rosan Roeslani, dalam Talkshow Omnibus Law yang digelar Parahyangan Business Club dan Ikatan Alumni (Iluni) Fakultas Hukum Unversitas Parahyangan Bandung di gedung Astra2000, Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (4/3/2020) malam.
Selain Rosan, hadir sebagai narasumber anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang, pengacara Deni Kailimang, Staf Khusus Presiden Dini Shanti Purwono, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Maruarar Sirait, Rektor Universitas Parahyangan Managdar Situmorang, Presiden Komisaris Astra Internasional Budi Setiadharma dan Partner PWC Indonesia Ay Tjhing Phan.
Acara ini dihadiri alumni Unpar dari berbagai fakultas dan angkatan. Acara semakin meriah dengan host pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Lebih-lebih dalam memimpin dan memoderasi acara, Hotman langsung to the point pada pernyataan-pernyatan substantif dengan dibumbui dengan guyonan. Sehingga acara terasa hidup dan meriah.
Rosan, yang juga Ketua Umum Kadin, melanjutkan bahwa tugas Satgas Omnibus Law itu ada dua.
Pertama, adalah memberikan masukan dari kerangkan RUU Cipta Kerja itu sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo.
Kedua adalah mensosialisasikan sekaligus menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat.
"Walaupun RUU ini sudah masuk DPR namun penyempurnaan-penyempurnan bisa dilakukan. Makanya forum-forum seperti yang dibikin Unpar ini penting sebab bisa memberikan masukan," ungkap Rosan.
Terkait dengan Perda yang menghambat investasi dan bisa dicabut oleh Presiden, jelasnya, ini sangat memungkinkan.
Sebab seusai dengan hirarki hukum dan pemerintahan.
Hal ini berbeda dengan kasus ketika para kepala daerah menggugat di Mahkamah Konstitusi (MK) sebab dalam kasus tersebut, yang mencabut Perda adalah level kementerian.