Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Kata Komisi IX DPR

Nihayatul Wafiroh menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
zoom-in MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Kata Komisi IX DPR
TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Sejumlah petugas melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional di kantor BPJS Kesehatan di Jalan Abdul Wahab Syachranie, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan keinginan Komisi IX DPR yang tidak ingin rakyat terbebani dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, terutama untuk kelas III.

"Ini tentunya sangat kita harapkan, Komisi IX sudah berjuang luar biasa untuk berusaha supaya iuran BPJS tidak naik, terutama Kelas III," kata Nihayatul, Senin (9/3/2020).

Baca: Jave: Mengajak Berimajinasi Lewat Single “Fantasi”

Baca: Penjelasan KPK Terkait Hilangnya Nilai Religiusitas di Dalam Kode Etik Baru

Adanya keputusan tersebut, politikus PKB ini mengimbau kepada pihak terkait mengambil langkah strategis guna menutupi defisit yang dialami BPJS Kesehatan.

Ia menegaskan, solusi tersebut tanpa harus menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan.

"Alhamdulillah Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS ini. Kita berharap Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan segera mengambil langkah-langkah strategis untuk pelaksanaan dari keputusan MA ini," ujarnya.

"Dan tentunya kita juga perlu melakukan mendesain ulang bagaimana agar kekurangan biaya utang yang ditanggung BPJS kesehatan ini bisa teratasi tanpa harus menaikkan iuran peserta," imbuhnya.

Berita Rekomendasi

Batal

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan putusan itu dibacakan pada Februari lalu.

"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi, Senin (9/3/2020).

"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," lanjut Andi.

Sementara itu, dikutip dari dokumen putusan MA, menyatakan pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Adapun pasal ini menjelaskan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.

"Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai hukum mengikat," demikian putusan tersebut.

Secara rinci, ini pasal bunyi dinyatakan tidak mempunyai hukum mengikat:

Pasal 34

(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:

a. Rp 42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau

c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.

Dikutip dari laman resmi KPCDI, mereka mendaftarkan hak uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada 5 Desember 2012.

Pengacara KPCDI Rusdianto Matulatuwa menilai kebijakan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menuai penolakan dari sejumlah pihak, salah satunya dari KPCDI.

“Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menimbulkan peserta bertanya-tanya darimana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikkan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun,” kata dia dalam keterangan di Jakarta, Jumat (06/12).

Rusdianto menegaskan, Iuran BPJS naik 100 persen tanpa ada alasan logis, dan sangat tidak manusiawi.

"Ingat ya, parameter negara ketika ingin menghitung suatu kekuatan daya beli masyarakat disesuaikan dengan tingkat inflasi," lanjutnya.

Rusdianto menambahkan, tingkat inflasi ini betul-betul dijaga, tidak melebihi 5 persen.

"Nah, ini kenaikkan (inflasi) tidak sampai 5 persen, tapi iuran BPJS dinaikkan 100 persen, inikan tidak masuk akal,” ucap Rusdianto.

Menurut Rusdianto, Perpres 75 Tahun 2019 menjadi bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

“Ya undang-undangnya kan mengatakan besaran iuran itu ditetapkan secara berkala sesuai perkembangan sosial,ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak,” tambahnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MA Batalkan Aturan soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan 100 Persen"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas