Danai Teroris, Kepala BNPT Minta Kedubes Singapura Dampingi Tiga WNI Dipenjara Singapura
Pernyataan Suhardi tersebut menanggapi tiga WNI di Singapura yang telah divonis penjara karena terbukti mendanai aksi terorisme.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan telah mendatangi otoritas di Singapura terkait dipenjaranya tiga WNI di Singapura setelah terbukti bersalah di pengadilan karena mendanai aksi terorisme.
Pernyataan Suhardi tersebut menanggapi tiga WNI di Singapura yang telah divonis penjara karena terbukti mendanai aksi terorisme.
"Sekarang kita minta kepada perwakilan kita di sana, duta besar untuk melakukan pendampingan kepada mereka semuanya," kata Suhardi di Hotel Arya Duta Jakarta Pusat pada Selasa (10/3/2020).
Ketika ditanya terkait proses deradikalisasi terhadap tiga WNI tersebut, Suhardi mengatakan akan melakukan kordinasi dengan otoritas Singapura.
Baca: Zulhas Setuju dengan Surya Paloh, Penyelenggaraan Pileg dan Pilpres Harus Terpisah
Ia berharap pihaknya dapat menemui ketiga WNI tersebut untuk mereduksi pemahaman radikal dari ketiga WNI tersebut.
Baca: Sahabat Ungkap Teka Teki Asmara Zaska Gotik dengan Pengusaha Muda di Balikpapan, 'Dekat Orang Soleh'
Menurutnya hal itu merupakan tugas dari BNPT dan Kementerian Luar Negeri.
"Tntunya kita harapkan kita punya sentuhan juga kepada mereka, itu kan warga negara kita yang perlu disentuh juga. Kalau memang dia bisa diberikan pemahaman dan merekduksi paham-paham, itu kita akan langsung ke sana," kata Suhardi.
Suhardi juga mengimbau kepada seluruh WNI yang ada di luar negeri untuk berhati-hati dalam memberikan donasi ke lembaga-lembaga amal.
Baca: BNNP Jambi Ringkus 4 Bandar Narkoba di Kuala Tungkal
"Tolong kalau donasi hati-hati betul. Jangan sampai niat baik kita mendonasi, tapi ternyata itu dipakai untuk kegiatan kegiatan yang kurang baik akhirnya termonitor sama mereka dan itu dianggap sebagai pendanaan terorisme," kata Suhardi.
Suhardi mengatakan pihaknya tidak bosa mengi tervensi kasus tersebut karena pemeriksaan kasus tersebut ada di Singapura.
"Saya tidak ikut intervensi, pemeriksaanya kan di sana (Singapura). Yang jelas itu tuduhannya melakukan donasi untuk kegiatan-kegiaran terorisme," kata Suhardi.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Singapura dipenjara karena mengucurkan dana untuk aksi teroris.
Anindia Afiyantari (33) harus mendekam di balik jeruji besi selama dua tahun setelah mengirimkan dana ke teroris yang terkait dengan ISIS.
Baca: RS Persahabatan Pulangkan 14 Orang Diduga Terjangkit Virus Corona dari Ruang Isolasi
Perempuan tersebut menyumbangkan 130 dollar Singapura (sekira Rp 1,3 juta) tahun lalu ke badan amal yang digunakan sebagai kedok oleh Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
JAD merupakan salah satu organisasi teroris paling berbahaya di Asia Tenggara, dan menjadi dalang di balik beberapa serangan mematikan.
Contohnya penikaman ke Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Wiranto, dan pemboman bunuh diri di beberapa gereja.
"Tindakan terdakwa merencanakan untuk membiayai tindakan teroris... menyerang inti keharmonisan Singapura," kata jaksa penuntut menurut dokumen pengadilan dikutip dari AFP.
Anindia yang dalam sebulan meraup penghasilan 600 dollar Singapura (sekitar Rp 6 juta) mengenal ajaran agama radikal dari TKI lainnya di Singapura.
The Straits Times mengabarkan, sekitar tahun 2020 Anindia mengenal JAD setelah menonton program berita tentang penangkapan Abu Bakar Bashir.
Selanjutnya, dia mengikuti berita-berita tentang kelompok yang berafiliasi ke ISIS itu melalui teman-temannya di Indonesia.
Anindia kemudian berteman dekat dengan tiga TKI lainnya yakni Retno, Yulistika, dan Nurhasanah di tahun 2018.
Wakil Jaksa Penuntut Umum, Nicholas Khoo, mengatakan keempat wanita itu diidentifikasi dengan ideologi ISIS dan JAD.
Yulistika (33) dan Nurhasanah (33) kini telah meninggalkan Negeri "Singa".
Januari tahun lalu, Anindia di aplikasi pesan singkat melihat permohonan sumbangan oleh badan amal agama yang dikenal sebagai Anfiqu Centre, yang merupakan bagian dari JAD.
Anindia dan Yulistika kemudian menyumbang 20 dollar AS (sekitar Rp 285 ribu) tiap bulannya.
Dua bulan kemudian Anindia memberikan 20 dollar AS ke Yulistika yang mengirimkan uangnya ke Indonesia.
Anindia sendiri pada Juli lalu mengirim 50 dollar AS (sekitar Rp 712 ribu) sendiri.
Kemudian Anindia bertemu tiga temannya di Paya Lebar pada Maret tahun lalu, dan mereka setuju untuk menyumbang ke badan amal agama lain yang dikenal sebagai Aseer Cruee Centre.
Sumbangan ini ditujukan kepada keluarga anggota JAD yang telah meninggal atau berada di penjara.
Setiap orang menyumbang 20 dollar AS, dan Retno mengirim uang ke tunangannya di Indonesia, FIkri Zulfikar, yang dikenal sebagai pendukung entitas teroris.
Baca: Sejak Sang Buah Hati Meninggal Dunia, Karen Pooroe Merasa Hidupnya Hampa
Selain menyumbang dana, Anindia juga mengunggah video pemboman dan pembunuhan oleh ISIS di Facebook, dan membuat akun baru ketika unggahan-unggahannya diblokir.
Demikian yang diuraikan jaksa penuntut.
Singapura sendiri merupakan "rumah" bagi lebih dari 250 ribu TKI, dan sudah ditemukan beberapa kasus TKI yang diduga telah diradikalisasi.
Sebelumnya, pada 12 Februari 2020 Turmini (31) dijatuhi hukuman tiga tahun sembilan bulan penjara, sedangkan Retno Hernayani (37) harus masuk bui selama 1,5 tahun.