Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Sri Mulyani: Apakah Bisa Sustain Berikan Jasa Kesehatan?

Sri Mulyani angkat bicara terkait kenaikan iuran BPJS yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Penulis: Faisal Mohay
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Sri Mulyani: Apakah Bisa Sustain Berikan Jasa Kesehatan?
Tangkap Layar YouTube KompasTV
Sri Mulyani dalam peringatan Hari Ibu yang diselenggarakan BPIP di Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan kenaikan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Setelah menjadi polemik, akhirnya keputusan Peraturan Presiden (Perpres) 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan resmi dibatalkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi keputusan MA ini.

Ia mengaku akan melihat seberapa pengaruh keputusan ini terhadap asuransi kesehatan pelat merah itu.

Meskipun sebelum adanya keputusan ini kondisi keuangan BPJS masih negatif.

"Kita lihat lagi implikasinya kepada BPJS kalau dia secara keuangan berpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS kesehatan akan bisa sustain dari sisi untuk memberikan jasa kesehatan kepada masayarakat secara luas."

"Namun dari sisi keungan mereka memiliki karena sampai dengan akhir Desember kondisi keuangan BPJS meskipun sudah saya tambahkan Rp 15 Trilliun dia masih negatif," ungkapnya dilansir YouTube Kompas TV, Selasa (10/3/2020).

BERITA TERKAIT

Sebelumnya, Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah, menjelaskan alasan dibatalkannya kenaikan iuran BPJS.

Baca: KSPI: Pemerintah Tak Bisa Sewenang-wenang Naikkan Iuran BPJS

Menurutnya, pembatalan ini dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan, mulai pertimbangan filosofis hingga berdasarkan objek keadilan.

"MA telah membatalkan melalui Juridical Review. Ada beberapa pertimbangan antara lain pertimbangan filosofis bahwa pada prinsipnya jaminan sosial yang mencakup jaminan kesehatan itu merupakan Hak Asasi Manusia dan salah satu kesejahteraan yang harus diwujudkn sesuai cita-cita pendiri Republik Indonesia."

"Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang negara Indonesia tahun 1945 adalah kewajiban negara dimana kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk berbagai upaya kesehatan kepada masyarakat melalui penyeleggaranaan pembanguanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat hal ini tercatum dalam pasal 28h ayat 1 dan 3 serta pasal 34 ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945
Ini pertimabgan filosofis," ujarnya.

Selain itu ada pertimbangan keadilan dimana kenaikan iuran BPJS ini membebani hidup masyarakat.

"Pertimbangan lain berdasarkan objek keadilan. Tidak mempertimbangkan kemampuan dan beban hidup yang layak yang harus ditanggung oleh masyarakat kenaikan iuran seharusnya tidak dilakukan saat ini."

"Saat ini kemampuan masyarakat tidak meningkat bahkan beban hidup meningkat tanpa diimbangi perbaikan dan peningkatan dengan kualitas dan fasiitas kesehatan yang diperoleh dari BPJS," imbuhnya dilansir YouTube TalkShow tvOne, Senin (9/3/2020).

Menurutnya keputusan ini sudah dipertimbangkan dengan matang oleh MA dan berharap pemerintah dapat lebih bijak mengatur anggaran kesehatan.

"MA sudah mepertimbangka baik yuridis, filosofis maupun sosiologis. bahkan pertimbangan sosiologisnya negara sebagi pemegang kebijakan berbuat lebih bijak dimana anggaran kesehatan yang mendapat porsi minimal 5% dari APBN."

"Saya yakin pemerintah akan melaksanakan karena ini untuk kepentingan warga negara Indonesia sesuai amanat UUD 1945 meningkatkan kesehjahteraan umum," ungkapnya.

Sebelumnya, MA menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Baca: Politisi PKS Sebut Putusan MA soal BPJS Kesehatan Jadi Tamparan Keras ke Pemerintah

Permohonan uji materi itu diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI).

Sejumlah petugas melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional di kantor BPJS Kesehatan di Jalan Abdul Wahab Syachranie, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (10/2/2020). Sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2019, iuran BPJS Kesehatan dipastikan naik untuk tiap kelasnya.Diharapkan biaya yang naik berdampak pada pelayanan yang juga meningkat. (TRIBUNKALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO)
Sejumlah petugas melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional di kantor BPJS Kesehatan di Jalan Abdul Wahab Syachranie, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (10/2/2020). Sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2019, iuran BPJS Kesehatan dipastikan naik untuk tiap kelasnya.Diharapkan biaya yang naik berdampak pada pelayanan yang juga meningkat. (TRIBUNKALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO) (TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO)

Juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro, mengonfirmasi putusan tersebut.

Mereka merasa keberatan terhadap kenaikan iuran.

Kemudian, mereka menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan.

"Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, Kamis 27 Februari 2020 putus," kata dia, saat dihubungi, Senin (9/3/2020), dikutip Tribunnews.com.

Persidangan dipimpin ketua majelis yaitu Supandi, dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.

Pada putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:

a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3

b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2

c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1

(Tribunnews.com/Faisal Mohay/Glery Lazuardi)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas