Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia Beberkan Betapa Pentingnya BPJS untuk Penyintas Gagal Ginjal

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia membeberkan pentingnya BPJS bagi penyintas gagal ginjal.

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia Beberkan Betapa Pentingnya BPJS untuk Penyintas Gagal Ginjal
kpcdi.org
Ilustrasi pasien gagal ginjal (kpcdi.org) 

TRIBUNNEWS.COM - Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan resmi dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA)

Diketahui sebelumnya Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) telah mengajukan permohonan uji materi kepada MA sejak 5 Desember 2012 lalu.

Hasilnya kenaikan iuran BPJS dibatalkan oleh MA pada Senin (9/3/2020) lalu.

Saat dihubungi Tribunnews, Sekjen KPCDI, Petrus Hariyanto, mengatakan pihaknya mengapresiasi Keputusan MA atas pembatalan Perpres 75 Tahun 2019 tentang kenaikan Iuran BPJS.

Ia mengatakan, keputusan MA tersebut merupakan angin segar di tengah proses hukum di negeri ini yang seringkali mengalahkan rakyat kecil.

“Saya rasa rakyat kecil yang kemarin menjerit karena kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen akan senang menyambut keputusan MA ini."

"Dan KPCDI berharap pemerintah segera menjalankan keputusan ini, agar masyarakat umum bisa segera teringankan beban pengeluaran bulanannya,” ucap Petrus, Senin (9/3/2020).

Baca: Daftar Rincian Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah MA Batalkan Kenaikan, Rp 25 Ribu untuk Kelas 3

Baca: Setelah Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS, KPCDI Lakukan Sosialisasi dan Pengawalan Putusan MA

BERITA TERKAIT

Petrus berharap, pemerintah atau BPJS Kesehatan tidak lagi membuat keputusan dan kebijakan yang sifatnya mengakali atau mengelabui dari keputusan tersebut.

“Jalankan keputusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia,” imbuhnya. 

Petrus menambahkan, pihaknya akan terus mengawal keputusan MA dengan melakukan  sosialisasi ke pengurus cabang di berbagai kota.

"Kami juga menginstrusikan agar semua anggota KPCDI mengawal kebijakan ini," ucapnya. 

Terakhir pria berkacamata ini menjelaskan KPCDI yang menjadi wadah penyintas gagal ginjal, akan terus berjuang demi pasien cuci darah di seluruh Indonesia.

Terutama kepada kebijakan yang bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan cita-cita berdirinya negara.

"Ini akan tetap kami lawan," tegas Petrus.

Ia melanjutkan, BPJS Kesehatan berperan penting bagi penyintas gagal ginjal. 

Mayoritas anggota KPCDI merupakan peserta BPJS yang tidak masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) alias peserta mandiri.

Sehingga mereka sangat bergantung pada BPJS.

"Mereka terancam gagal bayar. Kalau gagal bayar berarti BPJS kami mati. Kalau kartu BPJS mati kami tidak bisa cuci darah"

"Bila tidak cuci darah berakibat nyawa melayang. Dua kali tidak cuci darah atau lebih sudah membuat celaka. Kalau tidak meninggal ya masuk ICU," ucap Petrus.

Setidaknya, biaya untuk satu kali melakukan pencucian darah rata-rata Rp 1,2 juta. 

Sedangkan penyintas gagal ginjal diharuskan melakukan kegiatan tersebut dua kali dalam seminggu. 

Petrus membeberkan, biaya besar tersebut dikarenakan banyak komponen yang tidak di-cover BPJS.

Biaya ini akan semakin besar ketika tempat pasien cucian darah berjauhan dengan fasilitas kesehatan yang ada. 

"Di daerah lebih memprihatinkan lagi. Antara rumah dan tempat cuci darah sangat jauh. Biaya transportasi membebani, apalagi bagi pasien yang pakai kursi roda," tandasnya.

Baca: Bagaimana Cara Refund Iuran BPJS Setelah Diputuskan MA Tak Jadi Naik?

Baca: MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, DPR Beri Apresiasi dan Berharap Semua Pihak Tunduk Pada Putusan

Pada dasarnya biaya pencucian darah tergantung dari tipe rumah sakit tempat pasien dirawat 

"Kalau RS tipe A seperti RSCM akan dibayar gede oleh BPJS. Relatif pasien hanya keluar ongkos. Tipe dibawahnya dibayar BPJS lebih rendah. Dan seterusnya. Rumah sakit swasta beda-beda memberi fasilitasnya."

"Ada yg harus beli 4 suntikan hormon eritropoietin. Yaitu hormon pembentuk hemoglobin agar tidak anemia. Satu buah sekitar 175 ribu. Tinggal 175 ribu kali empat dalam sebulan," jelasnya.

Dengan sejumlah alasan di atas, menjadi dasar kenapa KPCDI begitu kekeh mengupayakan pembatalan kenaikan iuran BPJS.

"Ya, makanya kami rentan gagal bayar iuran yang naik 100 persen," tutur Petrus. 

Berdasarkan data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 150 ribu pasien di seluruh Indonesia yang mengidap gagal ginjal dan diwajibkan untuk melakukan cuci darah secara berkala. 

Disinggung perihal defisit anggaran pemerintah, Petrus mengungkapkan pandangannya.

Menurutnya, kenaikan iuran BPJS bukan jalan keluar untuk menutup defisit keuangan BPJS

"Tugas negara untuk menjamin kesehatan rakyatnya. BPJS Kesehatan harus diaudit agar tidak bocor."

"Pemerintah harus menjalankan program promotif dan preventif, agar penyakit kronis seperti gagal ginjal tidak bertambah banyak. Sehingga mengurangi beban BPJS Kesehatan," tutupnya.

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas