Respons Nurul Ghufron Digugat Koalisi Antikorupsi Karena Tak Cukup Umur Pimpin KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron merespons gugatan yang akan dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron merespons gugatan yang akan dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.
Kata Ghufron, ia menghormati gugatan tersebut.
Ghufron bilang masyarakat sudah pintar jika menemukan sebuah permasalahan langsung di bawa ke hadapan hukum.
"Alhamdulillah. Puji Tuhan, ini indikator kesadaran warga negara Indonesia sudah tinggi. Itu membanggakan dan saya menghormatinya," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Menurut Ghufron, rencana gugatan ini juga akan memberikan pelajaran dan tauladan bagi rakyat Indonesia dalam menyikapi suatu hal yang dianggap tidak sesuai aturan.
Ia pun menyerahkan semua prosesnya kepada hukum yang berjalan.
"Proses hukum yang akan membuktikan benar tidaknya. Kami mengaggap lawan di bidang hukum adalah sahabat mencari kebenaran," tegas Ghufron.
Baca: Usut Kasus Wawan, KPK Periksa Karutan Boyolali
Pengangkatan Nurul Ghufron sebagai pimpinan KPK dilakukan berdasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 129/P Tahun 2019 Tentang Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Keppres tersebut bertentangan dengan UU KPK baru hasil revisi.
Atas dasar itu, ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berencana menggugat Keppres itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Diketahui, dalam Pasal 29 Huruf (e) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan minimal umur pimpinan KPK adalah minimal 50 tahun.
"Sedangkan Nurul Ghufron saat ini masih berusia 45 tahun," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Rabu (11/3/2020).
Secara logika, kata Kurnia, pelantikan Nurul Ghufron seharusnya mengacu pada UU KPK yang baru, karena UU tersebut telah disahkan pada 17 Oktober 2019, sementara Ghufron baru dilantik pada 20 Desember 2019.
Sehingga, tampak adanya proses pemaksaaan untuk tetap mengangkat Nurul Ghufron
"Hal ini menggambarkan bahwa Presiden tidak memahami substansi dari UU KPK baru," ujar Kurnia.
"Tak hanya itu, kejadian ini juga memperlihatkan secara gamblang ketidakcermatan pembentuk UU, yakni DPR dan Presiden," tambahnya.
Presiden Joko Widodo pada Jumat (20/12/2019) menyaksikan pengambilan sumpah lima orang komisioner KPK 2019-2023 yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango.
Pengangkatan pejabat tersebut tercakup dalam Keputusan Presiden No. 112/P tahun 2019 tanggal 21 Oktober 2019 dan No. 129/P tahun 2019 tanggal 2 Desember 2019 tentang pengangkatan Komisioner KPK 2019-2023.