Ratu Belanda Maxima Spontan Melepaskan Sarung Tangan Saat Berjabatan dengan Sri Sultan HB X
Ratu Maxima langsung melepas sarung tangan yang dipakai di tangan kanannya dan memindahkannya ke tangan kiri yang masih mengenakan sarung tangan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Raja Willem Alexander dan Sri Sultan Hamengkubuwono X tampak saling menjabat dengan erat saat keduanya bersalaman. Mereka bertukar senyum dan berbincang ringan.
Setelah menjabat tangan Raja Belanda, Sri Sultan HB X yang menjadi tuan rumah dalam kunjungan Raja Belanda itu kemudian bersalaman dengan Ratu Belanda Maxima Zorreguieta Cerruti.
Ratu Maxima langsung melepas sarung tangan yang dipakai di tangan kanannya dan memindahkannya ke tangan kiri yang masih mengenakan sarung tangan.
Ia tampak refleks melepas sarung tangan sesaat sebelum dirinya berjabat tangan dengan Sri Sultan HB X.
Raja Kerajaan Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima berkunjung ke Keraton Yogyakarta, bertemu Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB X pada Rabu (11/3/2020) kemarin.
Raja Belanda didampingi Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti, sementara Sri Sultan didampingi Gusti Kanjeng Ratu Hemas.
Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima tiba di Keraton Yogyakarta sekira pukul 10.50 WIB.
Raja Willem mengenakan setelan jas bernuansa cokelat muda dipadu dengan dasi yang didominasi warna merah.
Sementara itu, Ratu Maxima mengenakan dress bernuansa putih dengan anting, kalung, dan sarung tangan warna senada serta topi lebar yang menunjang penampilannya.
Baca: Jangan hanya Corona, Waspadai Juga Penyebaran Demam Berdarah Dengue, Kemenkes: Ada 17.820 Kasus
Baca: Sosok Sofia Upay, Istri dari Mantan Suami Mulan Jameela, Profesinya Tak Kalah Keren dari Mulan
Kedatangan keduanya beserta rombongan langsung disambut oleh para putri Keraton yakni GKR Mangkubumi, GKR Maduretno, dan GKR Bendara.
Raja dan Ratu Belanda lantas berjalan menuju Regol Tengah dan disambut oleh Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X serta Permaisuri GKR Hemas.
Sri Sultan mengenakan pakaian takwa warna cerah dengan motif bunga serta dominasi warna ungu yang dipadukan dengan batik motif parang besar.
Penutup kepala yang digunakan Sultan adalah Kuluk Kanigoro berwarna hitam.
Sementara itu, Ratu Hemas tampil dengan kebaya panjang bernuansa emas dengan bawahan batik motif parang.
Disuguhi Tarian Beksan Lawung Ageng
Rombongan Raja dan Ratu Belanda ini disuguhi Tarian Beksan Lawung Ageng di Bangsal Kencono Keraton Yogyakarta.
Pertunjukan seni budaya tersebut dilakukan setelah kedua belah pihak yakni dari Keraton Yogyakarta dan Kerajaan Belanda bertukar cinderamata dan menyaksikan koleksi benda pusaka di Tratag Proboyekso.
Tarian Beksan Lawung Ageng sendiri merupakan salah satu tarian karya Sri Sultan Hamengku Buwono I di mana naskahnya yang berbentuk Serat Kandha baru saja dikembalikan dari British Library Inggris ke Keraton Yogyakarta.
Baca: Sujiwo Tejo Curcol ke Tika Bisono di ILC, Malu pada Teman Berpenampilan Sangar yang Bisa Didik Anak
Baca: Sejumlah Pengguna Kereta Commuter Line Gunakan Masker Cegah Virus Corona
Berdasarkan informasi dari kratonjogja.id, Beksan Lawung Ageng merupakan tarian yang menjadi bagian upacara kenegaraan.
Layaknya tari gaya Yogyakarta lainnya, Beksan Lawung Ageng juga mengandung falsafah hidup.
Melalui tarian ini Sri Sultan Hamengku Buwono I menanamkan nilai-nilai keberanian serta ketangkasan seorang prajurit keraton.
Beksan Lawung Ageng diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) yang terinspirasi perlombaan watangan.
Watangan adalah latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan oleh Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu.
Dalam watangan, yang juga dikenal dengan sebutan Seton karena dimainkan tiap hari Sabtu, seorang prajurit akan berkuda sambil membawa tombak berujung tumpul yang disebut lawung.
Baca: Tom Hank dan Rita Wilson Positif Corona: Kami Lelah dan Pilek
Baca: Selain Pelecehan 2 Siswi, Warga di Gang Ciracas Pernah Lihat Pria Berjaket Ojol Pegangi Alat Kelamin
Lawung tersebut kemudian digunakan untuk menyerang dan menjatuhkan lawan.
Perlombaan ini dahulu diadakan di Alun-Alun Utara dengan diiringi gamelan Kiai Guntur Laut yang memainkan Gendhing Monggang.
Beksan Lawung Ageng menggambarkan suasana berlatih perang dan adu ketangkasan dalam bermain tombak, sama seperti suasana pada saat watangan berlangsung.
Gerakan-gerakannya mengandung unsur heroik, patriotik, dan berkarakter maskulin.
Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa.
Dialog tersebut umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan.
Setelah rangkaian acara, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa pembicaraan yang bergulir di antara keduanya adalah obrolan ringan yang sarat akan nostalgia.
"Ya hanya kenangan beliau dulu pernah ikut ibunya pada waktu ke sini. Ratu Beatrix itu kan (pernah ke Keraton), Willem kan ikut waktu itu. Sekarang posisinya beliau datang ke sini (sebagai Raja)," ucapnya.
Selain dengan Sultan, Penguasa Keraton Yogyakarta tersebut menjelaskan bahwa Raja dan Ratu Belanda banyak melakukan dialog dengan putri sulungnya, GKR Mangkubumi.
"Tahun lalu membuka museum naskah Indonesia di Leiden. Kan anak-anak kan diundang datang ke sana. Mereka sudah kenal," ujarnya.
Terkait cinderamata yang diberikan Sultan ke Belanda yakni berupa penutup kepala berwarna perak.
Saat disinggung mengenai pemberian dari Kerajaan Belanda, Sultan mengatakan bahwa hadiahnya belum dibuka sehingga belum mengetahui hasilnya.
"Yang tadi sepertinya motif blangkon ya dari perak ya. (Kalau dari Belanda) ora ngrasakke, ditutup, gak saya buka," imbuhnya. (TRIBUNJOGJA.COM)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Ratu Maxima Langsung Lepas Sarung Tangan Saat Bersalaman dengan Sri Sultan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.