Dewan Pengawas Didesak Hentikan Pemeriksaan Terhadap Ketua WP KPK
Pemeriksaan yang dilakukan Dewan Pengawas KPK terhadap Yudi yakni berkenaan dengan sikap WP KPK atas pengembalian penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai pemeriksaan Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap terkesan janggal.
Koalisi ini terdiri dari ICW, YLBHI, Pukat UGM, Pusako FH UNAND, KontraS, dan PSHK.
Pemeriksaan yang dilakukan Dewan Pengawas KPK terhadap Yudi yakni berkenaan dengan sikap WP KPK atas pengembalian penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti ke Korps Bhayangkara.
"Kami menuntut agar Dewan Pengawas menghentikan proses pemeriksaan Ketua Wadah Pegawai KPK," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Senin (16/3/2020).
Baca: KPK Minta Hakim Tolak Praperadilan Nurhadi Cs
Dewas memeriksa Yudi berdasarkan laporan salah satu pegawai KPK bernama Ian Shabir. Dewas bakalan memeriksa Yudi pada Senin (16/3/2020).
Ketua WP KPK Yudi Purnomo dituding melakukan pelanggaran etik karena menyebarkan informasi ke publik bahwa Rossa tak diberi gaji pada Februari 2020 akibat diberhentikan per 31 Januari 2020.
Menurut koalisi, pernyataan Yudi ke publik semestinya dipandang sebagai pengejawantahan nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang selama ini ada di KPK. Tidak hanya itu, Dewan Pengawas harusnya memahami bahwa KPK merupakan institusi yang menunjung tinggi nilai demokrasi.
"Sehingga tidak tepat jika pihak-pihak yang menyuarakan persoalan yang ada di internal KPK justru malah dijatuhkan sanksi," kata Kurnia.
Baca: Polemik Kompol Rossa: Dewas Masih Proses Pelaporan Pegawai KPK Terhadap Ketua WP
Selain itu, kata koalisi, hal-hal yang disampaikan oleh Yudi merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan bahwa ada potensi pelanggaran kode etik dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri cs. Misalnya, pimpinan KPK tetap memaksakan untuk memulangkan Kompol Rossa ke instansi Polri padahal yang bersangkutan baru akan mengakhiri masa tugasnya pada September 2020 di KPK.
"Tak hanya itu, Kompol Rossa pun belum menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya di KPK, salah satunya penyidikan yang melibatkan tersangka Harun Masiku," kata Kurnia.
Hal fatal lainnya, pimpinan KPK memulangkan Kompol Rossa tanpa adanya persetujuan dari Pimpinan Polri. Ini diketahui dari dua surat Polri yang menegaskan bahwa Rossa masih tetap dipekerjakan di KPK.
Baca: Jokowi Larang Pemda Lakukan Lockdown, Jubir Ahmad Yurianto Sebut Karantina Akan Perluas Corona
"Sehingga narasi yang selama ini diucapkan oleh pimpinan KPK bahwa terdapat surat permintaan dari Polri semestinya dapat diselidiki kebenarannya oleh Dewan Pengawas." sebut Kurnia.
Adapun kedua surat tersebut diteken oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono tertanggal 21 Januari 2020 dan 29 Januari 2020. Kedua surat itu menegaskan sikap Polri yang menolak pengembalian Rossa agar ia menuntaskan massa baktinya yang berakhir pada September 2020.
Bagi koalisi, sikap Yudi selaku Ketua WP KPK telah sejalan dengan Kode Etik Pegawai KPK pada huruf D bagian Profesionalisme angka 2. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa setiap pegawai harus menolak keputusan, kebijakan, atau instruksi atasan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
"Untuk itu, tidak semestinya langkah itu dipandang sebagai pembangkangan terhadap institusi KPK. Dewan Pengawas harus menyelidiki temuan yang disampaikan oleh Ketua Wadah Pegawai KPK dengan memanggil dan meminta keterangan pimpinan KPK," kata Kurnia.
Sebagai informasi, pengembalian Rossa ke institusi Polri sempat menjadi polemik. Rossa merupakan salah satu penyidik yang tergabung dalam tim satgas kasus dugaan suap yang melibatkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks caleg PDIP Harun Masiku.
Firli Bahuri cs mengembalikan Rossa ke Polri atas surat bernomor B/253/KP.07.00/01-54/01/2020. Pengembalian ini merespons surat penarikan Rossa dari Polri tertanggal 13 Januari 2020.
Namun Polri justru membatalkan penarikan itu dengan surat yang diteken oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono tertanggal 21 Januari 2020. Akan tetapi, Firli cs bersikeras tetap mengembalikan Rossa ke Polri.
Atas dasar itu, Polri kembali melayangkan surat tertanggal 29 Januari. Dalam surat itu, Korps Bhayangkara menegaskan tidak akan mengembalikan Rossa hingga masa baktinya berakhir di KPK pada September 2020.