Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dinilai Bisa Langgar HAM, Amnesty International Indonesia Desak Telegram Kapolri Dicabut

"Atas nama penghinaan Presiden dan pejabat negara, telegram itu berpotensi memicu pelanggaran kemerdekaan berpendapat," katanya

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Dinilai Bisa Langgar HAM, Amnesty International Indonesia Desak Telegram Kapolri Dicabut
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International Indonesia mendesak Telegram Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut surat telegram tertanggal 4 April 2020.

Surat Telegram Kapolri yang berisi pedoman pelaksanaan tugas fungsi reskrim terkait kejahatan yang terjadi di ruang siber dan penegakan hukumnya selama masa wabah Covid-19 ditengarai bisa melanggar hak asasi manusia (HAM).

Baca: Mabes Polri Bubarkan 10.873 Kerumunan Massa Selama 18 Hari Penerapan Maklumat Kapolri


Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, aturan tersebut membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan kepolisian dan penegak hukum untuk bersikap represif.

Padahal, di tengah kesusahan akibat situasi darurat kesehatan saat ini, warga seharusnya lebih dilindungi.

"Atas nama penghinaan Presiden dan pejabat negara, telegram itu berpotensi memicu pelanggaran kemerdekaan berpendapat, yang juga dijamin oleh Peraturan Internal Kapolri sebelumnya. Amnesty mendesak pihak berwenang untuk menarik surat telegram tersebut," kata Usman lewat keterangan tertulis, Senin (6/4/2020).

Kata Usman, surat telegram itu bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membebaskan 30.000 tahanan demi menekan angka penyebaran Covid-19 di penjara.

Berita Rekomendasi

Hal Ini, menurutnya, akan memperburuk situasi penjara yang sudah sesak dan tidak higienis.

Apalagi ketika wabah ini belum berhasil dikendalikan.

"Telegram itu justru akan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang masuk penjara atas tuduhan penyebaran berita palsu dan penghinaan terhadap Presiden maupun pejabat negara," jelas Usman.

Dalam masa pandemi Covid-19 ini, Usman berujar, banyak lapisan masyarakat merasa dirugikan, termasuk oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang sejak awal mengabaikan dampak negatif penyebaran wabah.

Pelaksanaan telegram itu, imbuhnya, akan membuat banyak orang yang semula berniat memberi pendapat, justru takut bersuara karena ancaman hukuman.

"Tanpa saran dan kritik, pemerintah akan semakin kesulitan untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki dalam menangani wabah," ujar dia.

"Amnesty juga mendesak pemerintah untuk segera merevisi dan menghapus aturan-aturan yang dapat mengancam kebebasan berekspresi, terutama pasal-pasal karet yang terdapat dalam KUHP maupun UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," Usman memungkasi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas