Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Pembebasan Napi Koruptor, Jokowi Mengaku Tak Pernah Membahasnya di Rapat

Pembebasan narapidana itu menurutnya perlu dilakukan karena kondisi Lapas yang sudah kelebihan kapasitas.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Soal Pembebasan Napi Koruptor, Jokowi Mengaku Tak Pernah Membahasnya di Rapat
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Petugas memotong kunci gembok menggunakan mesin pemotong besi disaksikan anggota Ombudsman RI Adrianus Eliasta Meliala (kanan), Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Liberti Sitinjak (dua kanan), dan Kepala Lapas Sukamiskin Abdul Karim (tiga kanan) saat akan meninjau kamar tahanan narapidana koruptor mantan bendahara umum Partai Demokrat yang juga anggota DPR Muhammad Nazaruddin di Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan AH Nasution, Kota Bandung, Jumat (20/12/2019). Dari sejumlah kamar tahanan yang ditinjau Adrianus seluruh pintunya dalam keadaan tidak dikunci karena sedang dalam proses renovasi, sedangkan dua kamar yang ditempati M Nazaruddin dan mantan Ketua DPR Setya Novanto pintunya digembok. Sehingga untuk melihat ke dalam kamar tersebut petugas lapas terpaksa harus membukanya menggunakan palu dan mesin pemotong besi. Kunjungan Ombudsman RI itu, untuk meninjau renovasi kamar tahanan yang ada di Lapas Kelas 1 Sukamiskin. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

 

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA  - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, rencana pembebasan narapidana alias Napi untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, hanya berlaku untuk Napi pidana umum.

Pembebasan narapidana itu menurutnya perlu dilakukan karena kondisi Lapas yang sudah kelebihan kapasitas.

"Jadi pembebasan untuk Napi hanya untuk Napi pidana umum," kata Presiden dalam Rapat terbatas mendengar laporan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona, Senin, (6/4/2020).

Presiden mengatakan kondisi Lapas yang sesak tersebut sangat berisiko mempercepat penyebaran Covid-19, sehingga pemerintah melakukan pembebasan dengan sejumlah syarat, kriteria serta pengawasan kepada Napi pidana umum.

Baca: Benarkah Mengonsumsi Vitamin C Dosis Tinggi Efektif untuk Tangkal Virus Corona?

Pemerintah menurut Presiden tidak akan membebaskan Narapidana kasus korupsi. Presiden mengatakan, rencana tersebut sama sekali tidak pernah dibicarakan dalam rapat.

Baca: WHO: Masa Inkubasi Virus Corona di Tubuh 1 Sampai 14 Hari, Umumnya Hanya 5 Hari

Berita Rekomendasi

"Saya ingin menyampaikan bahwa mengenai Napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. Jadi, PP 99 tahun 2012, perlu saya sampaikan tidak ada revisi untuk ini," katanya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menjelaskan simpang-siur informasi di masyarakat terkait wacana pembebasan pelaku tindak pidana korupsi di tengah pandemi coronavirus disease (Covid)-19. 

Baca: Korban Meninggal Makin Banyak, Petugas TPU Tegal Alur Gunakan Alat Berat untuk Gali Makam

Dia mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 

Baca: Pemkot Tangsel Siapkan 3 TPU untuk Pemakaman Korban Corona, di Mana Saja?

Tetapi, kata dia, upaya pembebasan narapidana korupsi, terorisme, dan bandar narkoba dengan cara merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 itu diberikan secara ketat.

Dia mencontohkan, untuk narapidana kasus narkotika hanya yang masa tahanan mulai dari 5 sampai 10 tahun. Sehingga, bandar narkoba yang pada umumnya divonis 10 tahun tidak termasuk yang dibebaskan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly usai memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Jakarta, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2020).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly

Selain itu, dia mengungkapkan, untuk narapidana kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan berdasarkan pertimbangan daya tahan tubuh lemah.

"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," ujar  Yasonna, dalam keterangannya, Sabtu (4/4/2020) malam.

Dia membantah meloloskan narapidana kasus korupsi.

"Saya disebut mau meloloskan napi korupsi dan kasus korupsi. Seperti sudah beredar beberapa waktu lalu di media massa. Itu tidak benar," ujar politisi PDI Perjuangan itu.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Upaya itu dilakukan untuk mengatasi over capacity (kelebihan penghuni) di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas). Kondisi over capacity itu mengkhawatirkan di tengah situasi pandemi coronavirus disease (covid)-19.

“Perkiraan kami adalah bagaimana merevisi PP 99 dengan beberapa kriteria ketat yang dibuat sementara ini,” kata Yasonna, dalam sesi rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR RI, Rabu (1/4/2020).

Dia menjelaskan, kriteria pertama, narapidana kasus tindak pidana narkotika yang masa hukuman di antara 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.

“Kami berikan asimilasi di rumah. Diperkirakan 15482 per hari ini. Data mungkin bertambah hari bertambah jumlah,” ujar Politisi PDI Perjuangan itu.

Untuk kriteria kedua, kata dia, narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana. “(Jumlah,-red) sebanyak 300 orang,” kata dia.

Kriteria ketiga, dia mengungkapkan, narapidana yang melakukan tindak pidana khusus, yang sedang menjalani sakit kronis. Untuk kriteria ini, dia menegaskan, harus ada surat keterangan dari dokter di rumah sakit pemerintah.

“Narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan dokter rumah sakit pemerintah yang telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana. Sebanyak 1457 orang,” ujarnya.

Kriteria terakhir, kata dia, narapidana warga negara asing (WNA). “Napi asing, karena ini juga tidak boleh diskriminasi ada 53 orang,” kata dia.

Usulan Yasonna itu memunculkan pro dan kontra di masyarakat.

Belakangan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, menegaskan pemerintah tidak ada rencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

“Agar clear ya, sampai sekarang pemerintah tidak merencanakan mengubah atau mereivisi PP 99 Tahun 2012. Juga tidak memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada pelaku atau kepada narapidana korupsi juga tidak terhadap teroris juga tidak terhadap bandar narkoba,” kata Mahfud, saat menyampaikan keterangan melalui video yang tersebar luas, Sabtu (4/4/2020) malam.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas