Patroli Siber Dinilai Langgar Hak Asasi
Amnesty International Indonesia mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut surat telegram tertanggal 4 April 2020.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International Indonesia mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut surat telegram tertanggal 4 April 2020.
Surat Telegram Kapolri yang berisi pedoman pelaksanaan tugas fungsi reskrim terkait kejahatan yang terjadi di ruang siber dan penegakan hukumnya selama masa wabah Covid-19, ditengarai bisa melanggar hak asasi manusia (HAM).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, aturan tersebut membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan kepolisian dan penegak hukum untuk bersikap represif. Padahal di tengah kesusahan akibat situasi darurat kesehatan saat ini, warga seharusnya lebih dilindungi.
Baca: Bagi-bagi Makanan di Tengah Pandemi Corona, Begini Reaksi Raffi Ahmad saat Malah Dimintai Rokok
Baca: 5 Tempat Sarapan Enak di Bali, Ada Nasi Campur Men Weti yang Populer
Baca: Sebut Pembebasan Napi Sudah Rencana Lama, Mahfud MD Puji Yasonna Laoly Bisa Manfaatkan Virus Corona
"Atas nama penghinaan Presiden dan pejabat negara, telegram itu berpotensi memicu pelanggaran kemerdekaan berpendapat, yang juga dijamin oleh Peraturan Internal Kapolri sebelumnya. Amnesty mendesak pihak berwenang untuk menarik surat telegram tersebut," kata Usman lewat keterangan tertulis, Senin (6/4/2020).
Kata Usman, surat telegram itu bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membebaskan 30.000 tahanan demi menekan angka penyebaran Covid-19 di penjara.
Hal tersebut, menurutnya, akan memperburuk situasi penjara yang sudah sesak dan tidak higienis. Apa lagi ketika wabah ini belum berhasil dikendalikan.
"Telegram itu justru akan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang masuk penjara atas tuduhan penyebaran berita palsu dan penghinaan terhadap Presiden maupun pejabat negara," jelas Usman.
Dalam masa pandemi Covid-19, Usman berujar, banyak lapisan masyarakat merasa dirugikan, termasuk oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang sejak awal mengabaikan dampak negatif penyebaran wabah.
Pelaksanaan telegram itu, imbuhnya, akan membuat banyak orang yang semula berniat memberi pendapat, justru takut bersuara karena ancaman hukuman.
"Tanpa saran dan kritik, pemerintah akan semakin kesulitan untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki dalam menangani wabah," ujarnya.
Amnesty juga mendesak pemerintah untuk segera merevisi dan menghapus aturan-aturan yang dapat mengancam kebebasan berekspresi, terutama pasal-pasal karet yang terdapat dalam KUHP maupun UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Seperti diberitakan sebelumnya, Polri telah menerbitkan surat telegram pedoman pelaksanaan tugas terkait kejahatan yang terjadi di ruang siber dan tindak pidana atas penyebaran hoaks terkait informasi perihal Covid-19, penghinaan terhadap Presiden dan pejabat negara terkait kebijakan dalam penanganan wabah Covid-19, serta penipuan penjualan online alat-alat kesehatan yang terkait penanganan Covid-19.
Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1099/IV/HUK.7.1./2020 itu ditandatangani oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo pada 4 April 2020.
Telegram tersebut memerintahkan seluruh jajaran kepolisian untuk melakukan patroli siber untuk memantau perkembangan yang terjadi di dunia maya dan melakukan tindakan pidana. Tujuannya, memberikan efek jera.