Hasto Ungkap Latar Belakang Penunjukan Harun Masiku Sebagai Anggota Legislatif Dapil I Sumsel
Hasto tak hadir di ruang sidang. Dia hanya memberikan keterangan melalui fasilitas teleconference yang berada di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, memberikan keterangan sebagai saksi di sidang kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Dia memberikan keterangan untuk terdakwa Saeful Bahri, anggota PDI Perjuangan. Sidang digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (19/4/2020) siang.
Hasto tak hadir di ruang sidang. Dia hanya memberikan keterangan melalui fasilitas teleconference yang berada di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ronald Worotikan, menanyakan kepada Hasto terkait upaya DPP PDI Perjuangan mengajukan judisial review ke Mahkamah Agung (MA).
DPP PDI Perjuangan mengajukan judisial review terhadap ketentuan Pasal 54 ayat (5) huruf k dan I jo. Pasal 55 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan.
Baca: Lagi, Kasus Dugaan Penganiayaan Perawat, Kades Emosi Warganya Wafat Tak Cepat Ditangani
MA mengabulkan permohonan PDI P itu melalui penerbitan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019
"Apa secara substansi putusan Mahkamah Agung?" tanya Ronald, kepada Hasto.
"Pada dasarnya Mahkamah Agung menegaskan hubungan partai politik dengan calon anggota legislatif subordinatif. Di mana caleg hanya bisa menjadi calon, karena keputusan parpol. Kemudian peserta pemilu, yaitu partai politik kursi diperoleh partai politik sepenuhnya kursi dari parpol bukan kursi orang per orang," jawab Hasto Kristiyanto.
"Mengingat kita menganut sistem proporsional terbuka dan dari keputusan itu Mahkamah Agung menegskan parpol memiliki kedaulatan di mana caleg terpilih yang berhalangan tetap maka suara dikembalikan kepada parpol,".
Pada 11 April 2019 berdasarkan Surat Nomor: 2334/EX/DPP/IV/2019, DPP PDIP memberitahukan kepada KPU RI bahwa Nazaruddin Kiemas yang merupakan Calon Anggota Legislatif DPR RI dari PDIP Dapil Sumsel I telah meninggal dunia pada hari Selasa tanggal 26 Maret 2019.
Pada 15 April 2019 berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 896/PL.01.4Kpt/06/KPU/IV/2019 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Komisi Pemilhan Umum Nomor 1129/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 Tentang Daftar Calon Tetap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum Tahun 2019 selanjutnya Nazaruddin Kiemas dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) serta menginformasikan pencoretan tersebut kepada KPU Provinsi Sumsel, namun nama yang bersangkutan masih tetap tercantum dalam surat suara pemilu.
Hasil pemilihan menunjukkan Nazaruddin Kiemas berada di urutan pertama mengumpulkan 34.276 suara. Sedangkan, Harun Masiku diurutan kelima setelah memperoleh suara sah 5.878.
Baca: Nama Hasto Kristyanto Disebut-sebut Dalam Sidang, Saksi Ungkap Ia Masuk Ruang Kerja Wahyu Setiawan
Pada sekitar bulan Juli 2019, dilaksanakan Rapat Pleno DPP PDIP yang memutuskan Harun Masiku ditetapkan sebagai Caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas dari Dapil Sumsel-1. DPP PDI P berpedoman pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019.
"Kami mempertimbangkan yang bersangkutan mempunyai latar belakang atau kompetensi yang dibutuhkan partai. Yaitu lulusan International Economic Law yang pernah mendapatkan beasiswa dari Inggris. Rekam jejak yang ada pada tahun 2000, pada kongres pertama terlibat di partai," ungkapnya.
Menindaklanjuti hasil rapat pleno DPP PDIP, pada tanggal 05 Agustus 2019, DPP PDIP mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI.
"Setahu saudara bagaimana surat balasan KPU terhadap surat DPP PDI 5 Agustus?" tanya JPU pada KPK kepada Hasto.
"Surat DPP tanggal 5 Agustus yang kami ajukan agar KPU menjalankan keputusan Mahkamah Agung ditolak karena ada perbedaan tafsir," jawab Hasto.
"Alasan KPU kenapa menolak apa yang menjadi pertimbangan?" tanya JPU pada KPK.
"Saat itu ada perbedaan tafsir, KPU berpendapat suara almarhum Nazaruddin Kiemas diserahkan kepada partai politik tetapi tentang pelimpahan menurut KPU tak ada ketentuan hukum," jawab Hasto.
Atas dasar itu, rapat pleno DPP PDI P pada awal September 2019 kemudian memutuskan meminta fatwa MA
"Pada surat kami kirimkan sekitar pertengahan September tentang fatwa. Kami menegaskan untuk memberikan suara almarhum kepada Harun Masiku," kata dia.
Di kesempatan itu, dia mengungkapkan, DPP PDI Perjuangan hanya menandatangani surat kuasa untuk Donny Tri Istiqomah. Donny bertugas melakukan kajian hukum dan mengajukan Judisial Review ke MA.
Hasto menegaskan tidak pernah menugaskan Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina.
"Kami hanya memberikan penugasan pada Donny. Dalam pelaksanaan suatu kesempatan sekitar awal Desember, Donny membawa Saeful untuk bersama-sama membantu bertugas. Saya tidak pernah memberi penugasan kepada Saeful. Itu Inisiatif saudara Donny. Saya tidak pernah meminta tolong apapun membetikan tugas kepada Tio. Saya juga tidak pernah komunikasi," tambahnya.
Untuk diketahui, Saeful Bahri, anggota PDI Perjuangan, didakwa menyuap mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan secara bertahap sejumlah SGD19 Ribu dan SGD38,3 Ribu yang seluruhnya setara jumlah Rp600 Juta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.