Anggaran Penanganan Corona Rp 405,1 Triliun Bikin Pemerintah Kewalahan, Harusnya 10 Persen dari PDB
Eko Listiyanto menyebut bahwa dana 2,5 persen dari PDB tersebut lebih rendah dari negara lain yang rata-rata 10 persen.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menganggarkan dana 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp 405,1 triliun untuk penanganan Covid-19. Dana tersebut difokuskan untuk kesehatan sebanyak Rp 70 triliun.
Jaring pengaman sosial sebesar Rp 110 triliun untuk mendukung industri sebanyak Rp 70,1 triliun dan dukungan bagi pembiayaan anggaran untuk penanganan covid-19 sebesar Rp 150 triliun.
Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto menyebut bahwa dana 2,5 persen dari PDB tersebut lebih rendah dari negara lain yang rata-rata 10 persen.
Baca: Menteri Revitalisasi Ekonomi Jepang Dirumahkan Setelah Seorang Stafnya Terkonfirmasi Covid-19
"Anggaran dalam penanganan Covid-19 besar atau sedang, saya bisa bilang sedang, karena Indef sendiri mendorong angkanya bisa Rp 1.000 triliun. Bahkan Kadin itu mintanya Rp 1.600 triliun. Kenapa Rp 1.000 triliun, karena untuk meningkatkan kepercayaan diri terhadap sektor keuangan dan ekonomi secara keseluruhan," tutur Eko Listiyanto dalam virtual conference, Minggu (26/4/2020).
Eko menambahkan bahwa nilai yang pas untuk penanganan covid-19 ialah 10 persen dari PDB.
"Jadi berapa nominal yang pas sebetulnya kita berharap paling tidak 10 persen dari PDB, itu kalau kita benar-benar serius menangani ini, tetapi ternyata dua setengah persen dari PDB itupun eksekusinya tidak mudah. Tetapi begini, kalau 10 persen dari PDB dikeluarkan dari utang ya jangan," ujar Eko.
Meski anggaran yang dikeluarkan masih terbilang sedang, nyatanya pemerintah dinilai kewalahan. Sebab masih banyak kekeliruan data yang dialami dalam pemberian bantuan.
Pemerintah disarankan agar menyelesaikan segala aturan secara jelas agar tak berimbas ke daerah.
"Dana desa dalam konteks ini yang akan disalurkan sebagai BLT, di awal ada surat yang tidak memperbolehkan penerima yang juga menerima PKH dan kemudian dibolehkan. Banyak aturan-aturan yang seharusnya selesai di level atas tetapi tidak selesai, akhirnya yang menerima imbasnya adalah di daerah ini yang harus segera memperbaiki," terangnya.
Baca: Cita Citata Cerita Puasa Ramadan Pertama Sang Kekasih, Roy Geurts Tak Tahu Sahur dan Berbuka
Kebijakan pemerintah untuk menangani Covid-19 juga lebih banyak mendapatkan respons negatif dari warganet (netizen). Kebijakan tersebut adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pembebasan narapidana.
"Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah belum mampu menggerakkan sentimen publik ke arah yang lebih positif. Mayoritas sentimen publik masih negatif," kata Eko.
Sentimen negatif tersebut kata Eko berasal dari kesalahan data penerima bantuan sosial.
Awal perencanaan pemberian bantuan sosial dinilai Eko menjadi titik positif dari pemerintah dalanm penanganan Covid-19.
Akan tetapi citra tersebut turun usai masalah penyaluran bantuan yang tak tepat sasaran.
"Ekspektasi tinggi implementasi ada kekacauan. Ujungnya adalah reputasi kebijakannya jadi tidak bagus," tutur Eko.
Untuk memperbaiki citra negatif atau sentimen negatif, pemerintah perlu penguatan konsep implementasinya. Bagaimana kebijakan ini bisa sampai ke masyarakat dan tepat sasaran.
Baca: Kenangan Ony Kurniawan One Man Club Bersama PSIM Jogja
"Ketika tepat sasaran, kemudian masyarakat akan meng-klik di media sosial itu menjadi hal-hal yang positif. Isu-isu itu harus ditekankan oleh pemerintah Presiden maupun Kementerian untuk bisa membuat situasi penanganan Covid-19 menimbulkan optimisme di masyarakat," ungkap Eko.
Selain itu, pemerintah juga perlu menjamin ketersediaan kebutuhan dasar, perlindungan sosial kelompok rentan dan yang terkena PHK.
Kemudian memperbaiki akurasi data kelompok rentan agar dalam imp|ementasi Jaring Pengaman Sosial tidak menimbulkan konflik sosiaI atau kecemburuan sosial di level bawah.
"Pemerintah juga perlu mempercepat dukungan ke sektor riil. khususnya industri yang terkena dampak. Hal ini untuk mencegah bertambahnya tingkat pengangguran," terang Eko. Untuk memperbaiki citra, Pemerintah juga harus memastikan relaksasi kredit berjalan lancar di lapangan.(Tribun Network/lta/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.