Politikus PKS Kritik Pemerintah Pusat Izinkan 500 Warga China Masuk Sulut di Tengah Wabah Corona
Izinkan 500 TKA China Masuk Sulut, Politikus PKS : Pemerintah Tak Peka dengan Suasana Kebatinan Masyarakat
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Sukamta menilai pemerintah pusat tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat lantaran memperbolehkan warga negara asing masuk ke Indonesia.
Pernyataan Sukamta merujuk pada kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China yang dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Konawe, Sulawesi Utara.
Padahal Gubernur dan DPRD Sulawesi Utara sudah menolak kedatangan para TKA tersebut.
"Pemerintah pusat seperti tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat saat pandemi Covid-19 ini. Harusnya yang diprioritaskan adalah kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia. Apalagi rakyat dan Forkopimda sebagai tuan rumah juga tegas menolak," ujar Sukamta, kepada Tribunnews.com, Kamis (30/4/2020).
-
Baca: Viral Pria Positif Covid-19 Berdebat dengan Petugas Medis Tak Mau Dirawat karena Tak Rasakan Gejala
-
Baca: Warga Bekasi Meninggal Dunia Usai Shalat Subuh Berjemaah di Masjid, Dievakusi Petugas Covid-19
"Pemerintah harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia, sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan PSBB, termasuk larangan mudik," imbuhnya.
Anggota Komisi I DPR RI tersebut mengatakan pemerintah seharusnya tak menerima para TKA itu meski mereka memegang visa kunjungan atau visa kerja.
Apalagi dalam Permenkumham No. 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia pasal 3 diatur bahwa pengecualian bagi warga asing pemegang KITAS atau KITAP disyaratkan dalam 14 hari sebelumnya berada di negara yang bebas dari Covid-19.
"Menerima masuknya TKA dari negara China yang merupakan negara asal virus, jelas bertentangan dengan aturan tersebut," kata dia.
Sukamta mengimbau pemerintah agar lebih sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat khususnya yang terdampak pandemi Covid-19.
Banyak masyarakat, kata dia, yang saat ini harus kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan pergerakan harus dibatasi. Di sisi lain, bantuan sosial belum maksimal dengan pendataan warga yang kacau hingga tidak meratanya pembagian bantuan sosial.
"Isu TKA China sendiri sebelumnya sudah sensitif, terkait hubungan perusahaan asing dengan lingkungan dan masyarakat sekitar termasuk soal penyerapan tenaga kerja lokal," jelasnya.
"Ditambah lagi dengan kondisi akibat pandemi ini, kita tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial. Kita ingin hindari itu. Karena jika kerusuhan terjadi, maka efek ekonomi bisa lebih parah lagi," tandasnya.