DPR Minta Pemerintah Antisipasi Krisis Pangan Jika Tanggap Darurat Covid-19 Terus Diperpanjang
Ir. Hugua mengingatkan pemerintah soal ancaman kekurangan pangan pada bulan Agustus mendatang.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memasuki bulan Mei 2020, nampaknya laju pertumbuhan yang positif virus corona (Covid-19) masih tinggi dan belum ada tanda-tanda menurun.
Jika pertumbuhan yang positif Covid-19 terus meningkat maka kemungkinan masa tanggap darurat bisa jadi akan diperpanjang hingga bulan Agustus atau September 2020.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Ir. Hugua mengingatkan pemerintah soal ancaman kekurangan pangan pada bulan Agustus mendatang.
Berdasarkan data statisitik hingga bulan Juni 2020 stok pangan nasional khususnya beras masih cukup aman.
Namun lanjut Hugua, setelah bulan Juni 2020 negara Indonesia boleh jadi akan menghadapi kekurangan pangan.
“Yah sangat tergantung pada hasil panen sekarang dan kondisi iklim pada musim tanam berikutnya," kata Hugua dalam keterangannya, Jumat (1/5/2020).
Menurut Hugua, peringatan ini beralasan karena seluruh energi bangsa saat ini terkuras habis pada kegiatan medis dan non medis melawan Covid-19.
“Walaupun pemerintah pusat telah mengeluarkan stimulus untuk membantu petani khususnya petani gurem, namun pasti belum sepenuhnya menyelesaikan ancaman kelangkaan pangan karena masalah utama yang dihadapi akibat Covid-19 adalah terganggunya rantai distribusi logistik secara nasional," ungkap Hugua.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata (GIPI) Sulawesi Tenggara (Sultra) ini mengingatkan bahwa dengan ketatnya penerapan protokol kesehatan seperti jaga jarak, tinggal di rumah, bekerja dari rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini menyebabkan terganggunya rantai distribusi barang dan jasa.
Termasuk, kata dia, sarana dan prasarana produksi pertanian seperti pupuk, bibit dan obat-obatan yang sangat menentukan keberhasilan panen petani kedepan.
Lebih lanjut, Ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Sultra ini menyatakan bahwa akibat penting dari ketatnya penerapan protokol kesehatan tersebut juga menimbulkan kelangkaan tenaga kerja pada berbagai sektor khususnya pada sektor transportasi udara, laut dan darat, termasuk buruh angkut muat di pelabuhan, toko penjualan sarana produksi (saprodi) pertanian dan kelangkaan tenaga kerja yang bekerja di lahan pertanian akibat dari penutupan kawasan, bahkan terjadi antar desa sekalipun.
Mantan Bupati Wakatobi ini mengingatkan bahwa mayoritas negara seperti Rusia, Kazakhstan dan Vietnam sudah menutup kran ekspor pangan keluar negeri untuk melindungi masyarakatnya dari ancaman kelaparan.
“Soalnya ini pandemi global dan jika pandemi ini tidak menurun dalam 3-6 bulan kedepan, maka menurut Organisasi Pangan Dunia FAO dapat memicu krisis ekonomi dan krisis pangan global," tambah Hugua.
“Ini mesti diantisipasi oleh pemerintah. Kita mesti siap dengan kemampuan dan potensi negara sendiri dengan pola gotong-royong,” harapnya.
Hugua menilai bahwa disamping bantuan stimulus kepada petani tersebut, maka diperlukan kebijakan negara mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan tanaman pangan khususnya pangan non beras .
“Saya selaku Anggota DPR RI Komisi II meminta kepada Mendagri untuk membuat kebijakan khusus guna mendorong pemerintah daerah bergotong-royong bersama rakyat untuk berswasembada pangan khususnya pangan non beras seperti biji-bijian, umbi-umbian, sagu, palawija dan bahan pangan lokal lainya,” jelas Hugua.
Pangan non beras ini penting, terang Hugua, karena jenisnya sangat beragam.
Areanya lebih luas dari persawahan, mencakup seluruh propinsi, lebih mudah dikembangkan oleh petani dengan teknologi lokal serta dapat menerapkan Saprodi lokal seperti pupuk organik, bibit lokal dan obat-obatan organik lokal buatan petani sendiri.
“Jadi walaupun terjadi gangguan rantai pasokan saprodi pertanian akibat pandemi Covid 19 tidak akan mengurangi hasil panen petani,” ujarnya.
Hugua pun yakin bahwa jika swasembada pangan daerah non beras tersebut berkembang secara masif di Indonesia, maka negara Indonesia akan terbebas dari ancaman kelaparan walaupun terjadi resesi ekonomi dan krisis pangan global.