Kemnaker Tunda Kedatangan 500 TKA Asal China ke Sulawesi Tenggara
Penundaan kedatangan ratusan TKA ini dalam rangka mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19).
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Aris Wahyudi Sahli menegaskan pihaknya menunda kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China yang semula akan didatangkan pemerintah pusat ke Sulawesi Tenggara.
Penundaan kedatangan ratusan TKA ini dalam rangka mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19).
"Sebenarnya, TKA dari Tiongkok belum masuk ke Indonesia. Baru akan masuk," ujar Aris Wahyudi saat dihubungi Tribunnews, Jumat (1/5/2020).
Aris membenarkan Rencana Penggunaan 500 Tenaga Kerja Asing (RPTKA) asal China tersebut telah disetujui Kemnaker.
Pasalnya perusahaan pengguna mengajukan RPTKA telah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kepastian hukum dan usaha sekaligus K3 di masa pandemi Covid-19.
"Berdasarkan persetujuan tersebut, pengguna akan memproses segala sesuatunya agar TKA bisa masuk secara legal di Indonesia untuk bekerja di proyek strategis nasional di Sultra," ujarnya.
Baca: Jadwal Belajar dari Rumah TVRI Hari Ini Jumat 1 Mei 2020 untuk PAUD, SD, SMP, dan SMA
Ia mengatakan penetapan suatu proyek bersifat PSN memang dilakukan oleh pusat, namun pelaksanaannya di daerah.
Hal ini juga sebagai strategi penciptaan pertumbuhan ekonomi atau growth pole di daerah.
"Namun dengan adanya kehebohan yang timbul, pihak perusahaan, sesuai saran Gubernur menunda sementara waktu pengurusan kedatangan TKA dimaksud," lanjutnya.
Gubernur dan DPRD Tolak TKA
Sebelumnya, rencana kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China ke Sulawesi Tenggara (Sultra) berbuntut panjang.
Gubernur dan DPRD Sulawesi Tenggara satu suara menolak kedatangan ratusan warga China itu.
Rencananya mereka akan masuk mulai pekan ini secara bertahap.
Gubernur Sultra Ali Mazi membenarkan rencana kedatangan ratusan TKA yang akan bekerja di salah satu pabrik smelter yang ada di Sultra.
Diakuinya, pemerintah pusat telah menyetujui kedatangan TKA asal China di Sultra.
Menurut Ali Mazi, penolakan itu dilakukan karena bertentangan dengan susana kebatinan masyarakat Sultra yang tengah berjuang melawan pandemi Covid-19.
Baca: Peringatan Dini Cuaca BMKG Jumat, 1 Mei 2020: Waspada Hujan Lebat Disertai Petir di 24 Wilayah
"Setelah saya mengetahui informasi itu, langsung mengundang Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan juga DPRD, Danrem, Kapolda, Imigrasi. Kesimpulannya kita keberatan untuk kebijakan memasukkan kembali 500 TKA asal China," ungkap Ali Mazi di rumah jabatan gubernur awal pekan ini seperti dilansir Kompas.com.
Penolakan itu, lanjut Ali, karena tidak memungkinkan.
Apalagi masalah TKA pernah memicu gejolak masyarakat, meskipun dilengkapi dengan dokumen bebas dari Covid-19.
"49 TKA yang lalu saja kita sudah babak belur. Suasana kebatinan masyarakat menghadapi corona, tidak tepat dengan memasukkan TKA asal China," terangnya.
Ali Mazi mengaku, telah mengundang pihak perusahaan untuk menunda sementara memasukkan TKA tersebut.
"Nanti setelah wabah Covid-19 ini berakhir, baru akan dibicarakan kembali," tambah Ali Mazi.
Sementara itu, seluruh unsur pimpinan dan fraksi di DPRD Sultra sepakat menolak kedatangan 500 TKA asal China ke Sultra yang akan bekerja di perusahaan PT VDNI di Kabupaten Konawe, Sultra.
Penolakan itu disampaikan dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung Paripurna DPRD Sultra, Rabu (29/4/2020).
Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Shaleh menyatakan penolakan ini bukan berarti anti terhadap investasi China, tetapi karena situasi saat ini tidak tepat.
Baca: Perdebatan Petugas Medis dengan Pasien Positif Corona yang Mengaku Sehat, Tak Mau Diisolasi
Ia meminta agar kebijakan ini ditunda sementara waktu hingga masalah corona ini berhasil dilalui.
Abdurrahman bahkan menegaskan akan memimpin aksi penolakan jika 500 TKA dipaksakan tetap datang di Sultra.
"Saya pimpin langsung aksi jika dipaksa datang," tegasnya.
Hal senada juga dikatakan Herry Asiku, Wakil Ketua DPRD Sultra dari Partai Golkar.
Dia menilai jika 500 TKA dipaksakan masuk ke Sultra, nantinya bisa menambah gejolak di masyarakat.
"49 saja yang masuk waktu lalu gemparnya bagaimana, apalagi kalau 500 TKA yang masuk," ujarnya.
Sudirman dari Fraksi PKS DPRD Sultra juga menyatakan penolakan dan mempertanyakan soal tenaga kerja lokal yang tidak dipekerjakan.
"Ini aneh, tenaga kerja lokal kita rumahkan lalu TKA didatangkan dari luar ini tentunya sedih sekali," katanya.
DPRD Sultra juga sepakat mendesak kepada pihak perusahaan untuk melakukan evaluasi dan memanfaatkan tenaga kerja lokal.
Pihak perusahaan PT VDNI yang dikonfirmasi terkait kedatangan ratusan TKA itu belum memberi tanggapan.
Tanggapan DPR
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Sukamta menilai pemerintah pusat tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat lantaran memperbolehkan warga negara asing masuk ke Indonesia.
Baca: Mantan Kapolda Metro Jaya, M Iriawan Dikatakan Novel Baswedan Sempat Sebut Nama Jenderal
Pernyataan Sukamta merujuk pada kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China yang dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Konawe, Sulawesi Utara.
Padahal Gubernur dan DPRD Sulawesi Utara sudah menolak kedatangan para TKA tersebut.
"Pemerintah pusat seperti tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat saat pandemi Covid-19 ini. Harusnya yang diprioritaskan adalah kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia. Apalagi rakyat dan Forkopimda sebagai tuan rumah juga tegas menolak," ujar Sukamta, kepada Tribunnews.com, Kamis (30/4/2020).
"Pemerintah harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia, sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan PSBB, termasuk larangan mudik," imbuhnya.
Anggota Komisi I DPR RI tersebut mengatakan pemerintah seharusnya tak menerima para TKA itu meski mereka memegang visa kunjungan atau visa kerja.
Apalagi dalam Permenkumham No. 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia pasal 3 diatur bahwa pengecualian bagi warga asing pemegang KITAS atau KITAP disyaratkan dalam 14 hari sebelumnya berada di negara yang bebas dari Covid-19.
"Menerima masuknya TKA dari negara China yang merupakan negara asal virus, jelas bertentangan dengan aturan tersebut," kata dia.
Sukamta mengimbau pemerintah agar lebih sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat khususnya yang terdampak pandemi Covid-19.
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Turun Mulai Hari Ini, Berikut Rinciannya
Banyak masyarakat, yang saat ini harus kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan pergerakan harus dibatasi.
Di sisi lain, bantuan sosial belum maksimal dengan pendataan warga yang kacau hingga tidak meratanya pembagian bantuan sosial.
"Isu TKA China sendiri sebelumnya sudah sensitif, terkait hubungan perusahaan asing dengan lingkungan dan masyarakat sekitar termasuk soal penyerapan tenaga kerja lokal," jelasnya.
"Ditambah lagi dengan kondisi akibat pandemi ini, kita tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial. Kita ingin hindari itu. Karena jika kerusuhan terjadi, maka efek ekonomi bisa lebih parah lagi," tandasnya. (Tribunnews.com/Kompas.com)