ICJR Minta Polisi Usut Tuntas Kasus Bullying di Dalam Sel, Sarankan Ferdian Paleka Disanksi Sosial
YouTuber Ferdian Paleka alami perundungan di dalam sel oleh para tahanan lainnya. Videonya viral di media sosial
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu, mengatakan pihaknya tidak mentolerir segala bentuk penyiksaan maupun tindakan merendahkan dan tidak manusiawi lainnya.
Menurut dia, penyiksaan maupun tindakan merendahkan dan tidak manusiawi terhadap setiap orang terutama tersangka telah dilarang secara tegas baik oleh hukum nasional maupun internasional.
"Aparat seharusnya dapat melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan menjauhi segala tindak tanduk yang dapat mengarah pada dugaan penyiksaan, tindakan merendahkan, serta tidak manusiawi khususnya terhadap tersangka atau pelaku kejahatan," kata dia, Sabtu (9/5/2020).
Tindakan merendahkan dan tidak manusiawi terhadap setiap orang diatur di Konvensi Anti Penyiksaan yang diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 5 tahun 1998 serta UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bahkan, Polri melalui Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia juga telah tegas mengatakan agar praktik penyiksaan tidak terjadi dengan cara memerintahkan agar tersangka diperlakukan dengan baik dan hak asasi manusia yang melekat pada dirinya juga harus tetap dihormati.
"Hingga saat ini belum diketahui secara pasti oknum yang menjadi dalang kejadian dalam video tersebut, namun ICJR pertama-tama perlu menekankan agar dugaan perlakuan tidak manusiawi tersebut perlu diusut secara tuntas apabila kemudian diketahui benar terjadi di area institusi kepolisian," tambahnya.
Ferdian Paleka Diberi Sanksi Sosial
Erasmus A. T. Napitupulu mendorong aparat kepolisian menerapkan sanksi sosial untuk menghukum YouTuber Ferdian Paleka.
Menurut dia, sanksi sosial berupa memberikan sembako kepada korban dan kelompok minoritas lainnya yang termarjinalkan. Atau, meminta pelaku meminta maaf kepada korban.
"Upaya-upaya restoratif tersebut untuk memupuk rasa tanggung jawab pelaku sambil juga memulihkan korban, bukan malah membiarkan terjadinya perlakuan tidak manusiawi kepada pelaku," kata dia, Sabtu (9/5/2020).
Dia menilai penggunaan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik keliru diterapkan dalam kejadian ini.
Hal ini, karena perbuatan merendahkan kelompok minoritas transpuan tidak memenuhi unsur-unsur pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Meskipun berbeda pandangan, pihaknya tetap menghormati proses hukum terutama untuk melindungi kelompok minoritas transpuan yang sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dan diskriminatif.
"Kami tidak mentolerir segala bentuk penyiksaan maupun tindakan merendahkan dan tidak manusiawi lainnya yang dilarang oleh hukum," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.