KPK Akan Tindaklanjuti Laporan MAKI Soal Nurhadi yang Sering Menukar Uang di Money Changer
KPK) akan menindaklanjuti laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
MAKI sebelumnya memiliki informasi bahwa buronan KPK itu sering menukarkan uang asing di dua money changer, yakni di daerah Cikini, Jakarta Pusat dan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
"Segala informasi dari masyarakat perihal keberadaan para DPO [Daftar Pencarian Orang], tak terkecuali yang disampaikan oleh MAKI tersebut, KPK akan menindaklanjuti dan menelusuri lebih jauh," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi, Minggu (10/5/2020).
Ali menambahkan, disamping mencari buron kasua mafia peradilan itu, KPK juga tengah menyelesaikan berkas kasus suap dan gratifikasi yang disangkakan kepada Nurhadi.
Baca: Peti Jenazah Djoko Santoso Ditutup Bendera Merah Putih
Baca: MAKI Dapat Info Eks Sekjen MA Nurhadi Kerap Tukar Uang di Money Changer
"Saat ini penyidik fokus pada pengumpulan bukti-bukti perihal penggunaan uang yang diduga diterima oleh tersangka NH dan RH yang berasal dari HS selaku tersangka pemberi suap dan atau gratifikasi," kata Ali.
KPK menduga Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono menerima suap dan gratifikasi total Rp46 miliar. Uang mereka terima dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto untuk mengurus dua perkara perdata di MA.
Pertama, sengketa MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara. Kemudian perkara perdata sengketa saham MIT dengan nilai suap Rp33,1 miliar.
Adapun gratifikasi, Nurhadi melalui sang menantu dalam periode Oktober 2014-Agustus 2016 diduga menerima Rp12,9 miliar. Uang untuk penanganan sengketa tanah di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) di MA dan permohonan perwalian.
Dalam proses penyidikan perkara, ketiga tersangka gagal dua kali dalam pengajuan gugatan praperadilan terhadap KPK. Ketiganya pun kerap mangkir saat dipanggil dan telah dinyatakan buron.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.